Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fahri Hamzah Sulit Saya Pahami

4 Juni 2018   07:28 Diperbarui: 5 Februari 2020   05:14 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau saja seandainya yang terjadi adalah aparat kepolisian atas nama Kekuasaan Negara memasuki area kampus kemudian melakukan intervensi berupa security approach terhadap para aktivis mahasiswa yang kritis sedang melakukan aksi mimbar bebas atau sedang melakukan ajang perdebatan dalam kancah diskusi, maka saya sebagai orang yang pernah dibesarkan sebagai aktivis mahasiswa di era kekuasaan otoriter Orde Baru tentunya sependapat dengan protes yang disampaikan Fahri Hamzah perihal aparat kepolisian Tim Densus 88 anti Teror memasuki penggeledahan dan penangkapan kepada aktivis mahasiswa di Universitas Negeri Riau. 

Tapi realitas yang terjadi di lapangan tidaklah segawat apa yang dibayangkan dan menjadi kekawatiran Fahri Hamzah. Otonomi kampus justru telah dimanfaatkan oleh segelintir oknum aktivis mahasiswa di luar dinamika aktivitas akademisi untuk melakukan tindakan kejahatan umum luar biasa. Beruntunglah aparat kepolisian Tim Densus 88 Anti Teror dapat menemukan barang bukti tindak kejahatan terorisme berupa penyimpanan senjata api ilegal, termasuk bom rakitan yang rencananya akan diledakkan di lingkungan area kantor Parlemen daerah Riau dan Pusat.

Fahri Hamzah harus melek tidak gebyah uyah untuk menyamakan terhadap dua peristiwa di dalam iklim sistem Negara yang berbeda, yaitu penggeledahan dan penangkapan oleh aparat kepolisian Tim Densus 88 Anti Teror kepada beberapa aktivis mahasiswa yang melakukan aksi berencana tindak pidana terorisme yang dilakukan di dalam internal area kampus Universitas Negeri Riau, dengan peristiwa penggeledahan dan penangkapan oleh aparat kepolisian Rezim Orde Baru kepada para aktivis mahasiswa yang kritis dan getol melancarkan protes dan kritik kepada kebijakan-kebijakan pemerintah Suharto yang dilakukan di dalam internal area kampus. 

Jika di era otoriter Orde Baru, kampus-kampus nyaris tidak memiliki imunitas otonominya sebab dengan alasan security approach, para aparat kepolisian atas nama Negara dapat melakukan penggeledahan dan penangkapan kepada para aktivis mahasiswa yang getol melakukan kritisi kepada setiap kebijakan pemerintah Suharto hanya gara-gara para aktivis mahasiswa menuntut pemulihan hak-hak universal seperti demokrasi, Hak Asasi Manusia (Human Rights), keadilan dan kesejahteran untuk rakyat, penegakan hukum (rule of law), anti militeristik, kebebasan berpendapat, berkumpul, berekspresi, berserikat dan lain sebagainya. Tapi di era sistem Negara Reformasi, Negara melalui aparatur kepolisiannya sudah tidak bisa lagi secara represif melakukan penggeledahan dan penangkapan kepada aktivis mahasiswa di internal area kampus selama akitivitas yang dikerjakannya bukan menyangkut kejahatan umum luar biasa.

Ini artinya, aparat kepolisian atas nama Negara bisa memiliki kewenangan memasuki ke kampus-kampus jika memang diduga kuat adanya indikasi kejahatan umum luar biasa yang terjadi di internal area kampus. Realitasnya apa yang sudah terjadi di Universitas Negeri Riau, aparat kepolisian Tim Densus 88 Anti Teror berhasil menemukan barang bukti hasil tindak pidana terorisme berupa penyimpanan senjata api ilegal dan bom rakitan yang siap untuk diledakkan.

Tidak hanya di lingkungan internal area kampus Perguruan Tinggi saja aparat kepolisian Densus 88 Anti Teror dapat memburu tersangka pelaku teroris, tapi di semua sektor tempat di mana saja, termasuk di lingkungan area Rumah sakit, kantor parlemen, tempat peribadatan, mall, hotel, bandara udara dan sebagainya jika memang diduga keras ada kejahatan umum luar biasa yang diindikasikan dapat membahayakan keselamatan komunitas hak hidup manusia.   

Saya sampai sekarang tidak habis mengerti dan tidak dapat memahami jalan pemikirannya Fahri Hamzah terhadap protesnya yang ditujukan kepada aparat kepolisian Tim Densus 88 Anti Teror yang telah membebaskan kampus Universitas Negeri Riau dari tindak pidana Terorisme. Apakah mungkin Fahri Hamzah sengaja untuk tidak mau melek berita kalau Tim Densus 88 Anti Teror sudah menemukan pihak tersangka teroris dan barang bukti hasil tindak pidana terorisme di lingkungan internal area kampus Universitas Negeri Riau? Apakah mungkin Fahri Hamzah selama ini sengaja untuk tidak mau melek berita perihal bahaya yang ditimbulkan dari kejahatan terorisme sehingga menurutnya kok bisa-bisanya kejahatan terorisme dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan yang menjadi musuh bersama masyarakat internasional? Apakah Fahri Hamzah selama ini sengaja untuk tidak mau melek berita kalau di semua negara di dunia tanpa terkecuali, termasuk Indonesia yang beberapa kali pernah dijadikan target terorisme, juga turut memerangi aksi tindak pidana terorisme melalui aparatur keamanannya dari Tim Densus 88 Anti Teror? Wallahua'lam Bissawab.

Akhirulkalam, saran saya kepada Fahri Hamzah, kalau memang ingin menjadi oposan, maka jadilah oposan yang objektif tetap melek berita. Bukan oposan yang subjektif hanya bisanya gebyah uyah dalam setiap peristiwa yang menyangkut kebijakan Negara hingga sampai aksi tindak pidana terorisme yang terjadi di lingkungan internal area kampus Universitas negeri Riau pun pun turut dibela-bela dengan alasan otonomi kampus.

Salam,
Joe Hoo Gi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun