Pagi itu, notifikasi sunyi. Grup alumni diam. Orderan online berhenti. Seorang ibu di desa menatap layar kosong, menunggu video call dari anaknya yang tak kunjung tersambung.
Bukan sinetron. Tapi potensi nyata yang mungkin terjadi jika pemerintah benar-benar memblokir WhatsApp, Telegram, dan layanan serupa secara bersamaan. Isu ini muncul kembali seiring wacana pengetatan regulasi Over The Top (OTT) asing yang belum patuh pada izin operasi di Indonesia.
Apakah ini bentuk kedaulatan digital? Atau justru tanda bahwa kita belum siap?
Apa Itu OTT dan Kenapa Jadi Masalah?
OTT (Over The Top) adalah layanan yang berjalan di atas infrastruktur internet seperti WhatsApp, Zoom, Telegram, Netflix, dan lainnya. Mereka bukan penyelenggara jaringan seperti Telkom, tapi menguasai jalur komunikasi dan hiburan tanpa izin lokal.
Pemerintah menginginkan agar OTT asing mendaftar sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) dan tunduk pada regulasi lokal: soal keamanan data, pajak, dan moderasi konten.
Tapi sebagian besar OTT global keberatan, terutama terkait transparansi sistem dan privasi. Maka ancaman pemblokiran pun kembali mencuat.
Siapa yang Akan Kena Dampaknya?
Kalau WhatsApp dan Telegram benar-benar diblokir bersamaan, maka yang paling merasakan bukan para miliarder teknologi. Tapi: