Setelah membuka pintu teori komputer universal, Alan Turing melangkah lebih jauh: ia mulai bertanya, bisakah mesin berpikir?
Pertanyaan ini bukan sekadar retoris. Di tahun 1950, Turing menulis makalah monumental berjudul “Computing Machinery and Intelligence”. Di dalamnya, ia menawarkan pendekatan revolusioner untuk menjawab pertanyaan itu: alih-alih memperdebatkan definisi “berpikir”, Turing menyarankan kita untuk mengujinya secara praktis.
Apa Itu Turing Test?
Turing mengusulkan sebuah eksperimen yang kini dikenal sebagai Turing Test. Bayangkan ada tiga ruangan: satu diisi oleh seorang manusia, satu lagi oleh mesin, dan satu lagi oleh seorang penanya manusia. Penanya ini berkomunikasi dengan keduanya lewat teks, tanpa tahu siapa yang manusia dan siapa yang mesin.
Jika penanya tidak bisa membedakan mana mesin dan mana manusia karena jawabannya sama-sama meyakinkan, maka mesin itu dianggap “cerdas”.
Sederhana? Justru itulah keindahannya. Tes ini tidak mengukur IQ, logika, atau kecepatan, tapi kemampuan mesin meniru kecerdasan manusia secara alami.
Kontroversi dan Kritik
Sejak awal, Turing Test menimbulkan perdebatan sengit. Banyak ilmuwan, filsuf, dan bahkan agamawan mempertanyakan:
Apakah meniru manusia berarti menjadi manusia?
Bisakah mesin benar-benar memiliki kesadaran?
Bagaimana dengan empati, intuisi, atau nilai moral?