Mohon tunggu...
Julian Abednego Wibisono
Julian Abednego Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Rocket up your fantasy beyond supremacy.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Supremasi dari Inti Kartu Tanda Pengenal Elektronik

5 Januari 2020   13:22 Diperbarui: 14 September 2020   01:59 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selamat pagi. Mohon kode pemesanan dan KTP untuk tiket penerbangannya, Pak."

"Silahkan membawa KTP yang asli dan fotokopinya nanti siang di kantor imigrasi."

"Cukup dengan membawa KTP, Anda akan mendapat potongan harga sebesar 50%."

Tiga contoh kalimat di atas merupakan kalimat yang biasanya dapat kita temukan ketika melakukan transaksi-transaksi penting seperti mencetak tiket penerbangan di bandara, menjadi persyaratan dalam pembuatan paspor, dan mendapatkan diskon di pusat perbelanjaan tertentu. Tentu dengan adanya KTP, secara tidak langsung kita akan mendapat kemudahan dan kenyamanan pada saat memperlengkapi segala kebutuhan manusia di dunia.

KTP adalah singkatan dari Kartu Tanda Penduduk yang merupakan identitas resmi masyarakat Indonesia yang diterbitkan oleh instansi negara Indonesia yang bernama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Hingga pada detik ini, KTP sudah mengalami sembilan kali perubahan.

Berdasarkan tulisan Adnan (2016), kartu identitas bagi warga negara Indonesia pertama kali diberlakukan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-16 yang dikenal dengan sebutan 'Sertifikat Kependudukan'. Pada masa itu, KTP dicetak pada sebuah kertas yang berukuran 15x10 cm, dan biaya administrasi yang harus dibayar sebesar 1,5 gulden atau tahsekitar 9700 rupiah.

Setelah sertifikat tersebut telah terbit, pejabat Hoofd van plaatselijk atau kepala pemerintahan wilayah. Pada awal kemerdekaan negara Indonesia, Sertifikat Kependudukan berganti menjadi Surat Tanda Kewarganegaraan Indonesia. Surat tersebut sebagian dicetak dengan menggunakan mesin ketik dan sebagian lagi masih menggunakan tulisan tangan.

Kartu tersebut berlaku sejak tahun 1945 hingga 1977. Hingga pada tahun 1978, evolusi dari KTP tetap terjadi dikarenakan menyangkut hak dan tanggungjawab pemberi legalitas dan pada akhirnya diseragamkan dengan seluruh daerah-daerah di Indonesia oleh Kepala Urusan Pendaftaran Penduduk.

Secara singkat, dimulai dari tahun 2004, terciptalah KTP Nasional yang terbuat dari plastik serta memerlukan pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat RT/RW dan jenjang di atasnya. KTP Nasional sudah dilengkapi dengan tanda tangan, cap sidik jari pemilik, dan nomor serial khusus. Masuk ke tahun 2011, hadirlah KTP Elektronik yang umum dikenal dengan e-KTP. Kartu identitas warga negara Indonesia yang baru ini dilengkapi dengan microchip yang berfungsi sebagai alat penyimpanan data elektronik penduduk termasuk data biometrik seperti sidik jari sehingga sangat ekonomis jika digunakan untuk hal penyelidikan.

Chip tersebut diimplan di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas di KTP. Chip tersebut memiliki antena yang mengeluarkan gelombang jika mengalami gesekan, kemudian gelombang ini akan terdeteksi oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut berada pada pemilik aslinya atau tidak (Prihadi, 2017).

Jika diperhatikan dan direfleksikan kehidupan manusia dengan perkembangan zaman yang semakin lama semakin modern, buah dari teknologi masa kini sangat memudahkan pekerjaan manusia serta menambah kenyamanan dan portabilitas dalam menjalani setiap aktivitas. Contoh konkritnya terdapat pada microchip yang ditanamkan ke dalam e-KTP demi memudahkan penggunanya, dan masa berlakunya juga seumur hidup.

Bagaimana jika suatu saat nanti kartu identitas elektronik memiliki kegunaan yang lebih massive dalam meringankan segala aktivitas manusia? Bagi negara Indonesia, mungkin memang masih nanti. Pada beberapa negara di benua Eropa, pemilik kartu identitas elektronik dapat menikmati fasilitas pemerintah seperti naik angkutan umum hingga pelayanan kesehatan hanya dengan membawa kartu tersebut.

Selain itu, kartu identitas tersebut dapat digunakan sebagai paspor untuk pergi ke luar negeri. Tidak usah jauh-jauh ke Eropa, identitas elektronik yang bernama MyKad di Malaysia dapat berfungsi sebagai alat pembayaran, lisensi mengemudi dan informasi kesehatan (Pratomo, 2017).

Berdasarkan ilustrasi di atas, microchip baru menanamkan kehebatannya pada kartu identitas yang merupakan pusaka penting bagi tiap manusia. Pada artikel daring foxnews.com, Brandon (2018) menulis bahwa pada beberapa wilayah di Amerika dan Swedia, penduduknya telah mengikuti prosedur penanaman dan penginstalan microchip pada tubuh mereka.

Kegunaan microchip tersebut antara lain sebagai penyimpanan data personal sebagai tanda pengenal, alat pembayaran tiket, belanja kebutuhan sehari-hari, serta dapat menjadi kunci untuk membuka pintu rumah dan alat untuk mengaktifkan kerja teknologi lainnya yang diinginkan seperti printer dan smartphone (Agence France-Presse, 2018). Kerja microchip yang diintegrasikan pada manusia dapat melebihi kemampuan pada sebuah kartu dan dapat menggantikannya sebagai tanda identitas seseorang.

Walaupun kerjanya dapat menjadi lebih superior jika diaplikasikan langsung pada manusia, penanaman microchip yang hampir sama digunakan pada KTP ini kemungkinan akan mempengaruhi produktivitas kerja tubuh manusia dan dapat menjadi sasaran utama para bagi para hackers karena data pada chip tersebut tidak hanya dapat dibaca, melainkan dapat diubah oleh mereka (Van Hooijdonk, 2017).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun