Seorang kolega penulis yang bertempat di salah satu kalurahan di Kabupaten Bantul (tidak saya sebut namanya) belum lama bercerita dan sangat menyayangkan hal seperti itu masih terjadi. Mau melarang yah tidaklah mungkin karena memang bukan petugas, tidak dilarang atau dibiarkan bukankah berisiko menularkan ke orang lain?
Contoh kecil ini merupakan dilema, lagi pula kultur masyarakat Jogja dan sekitar yang masih komunal, kental dengan toleransi, selalu bertegur sapa/familier, akhirnya cenderung berlangsung permisif.
Bagaimana pun juga persoalan isolasi mandiri ini perlu mendapat perhatian bersama. Tidak semua pasien positif Covid-19 bisa berdisiplin menjalani apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama masih dalam perawatan isolasi mandiri.
Pendek kata, kondisi nyata menunjukkan bahwa penularan virus corona penyebab Covid-19 di DIY masih mengkhawatirkan. Klaster sosial atau klaster keluarga kini menjadi sorotan. Lonjakan kasus ditandai data dan fakta yang ada selama ini tidak bisa disepelekan, tidak pula setengah-setengah dalam melakukan penanganan.
Melonjaknya penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 belakangan ini pastinya akan berimplikasi terhadap ketersediaan ruang, bed/tempat tidur bagi para pasien di rumah sakit. Keberadaan shelter maupun isolasi mandiri di rumah sesungguhnya sebagai alternatif tempat penanganan/perawatan pasien.
Akan lebih optimal berfungsi bilamana dalam penanganan kasus konfirmasi positif di luar rumah sakit - dibarengi pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien sehingga semuanya dapat tertangani dan tidak mengundang persoalan di kemudian hari.
Membincang penanganan/perawatan pasien Covid-19 memang perlu memerhatikan berbagai aspek terkait. Salah satunya yaitu persoalan isolasi mandiri yang ada selama ini masih perlu diintensifkan supaya jangan sampai terjadi "maunya menyelesaikan masalah, namun justru menambah masalah baru."
JM (20-6-2021).