Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Distorsi Informasi Media, Perlu Belajar Jurnalisme Makna dari Jakob Oetama

10 Februari 2020   08:33 Diperbarui: 9 September 2020   15:07 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil penggalian atau peliputan seringkali berbeda dengan substansi masalah yang sesungguhnya setelah dipublikasikan lewat media. Hal ini berakibat cukup fatal, di antaranya mengundang penafsiran bias para pengonsumsi berita.

Distorsi dalam memproduksi dan menyiarkan berita atas fakta maupun peristiwa yang terjadi juga berdampak pada kredibilitas, baik kredibilitas narasumber maupun kredibilitas institusi komunikasi selaku penyebar informasi/berita itu sendiri. 

Dan jika nara sumber adalah seorang profesional, maka disajikannya berita hasil liputan para jurnalis/wartawan yang tidak bersesuaian dengan fakta atau opini yang dikemukakan secara otentik maka nilai keprofesionalannya semakin pudar.

Terhadap persoalan-persoalan seperti dipaparkan di atas, saya menjadi teringat pidato Pemimpin Umum Harian Kompas dan Chief Executive Kelompok Kompas-Gramedia, Jakob Oetama ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa di bidang komunikasi yang dianugerahkan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 17 April 2003 lalu.

Substansi dalam isi pidatonya menyebutkan bahwa "pencarian makna berita serta penyajian makna berita semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media massa saat ini dan di masa depan. Jurnalisme dengan pemaknaan itulah yang diperlukan bangsa sebagai penunjuk jalan bagi penyelesaian persoalan-persoalan genting bangsa ini."

Jurnalisme dalam hal ini bukan hanya sekadar menyampaikan informasi kepada khalayak, tetapi lebih dari itu misi pokoknya adalah untuk mendidik dan mencerahkan hati nurani anak bangsa. Jakob bahkan menyebutkan bahwa gaya jurnalismenya yang khas itu dengan nama ''jurnalisme makna.''

Di tengah perubahan zaman dan percepatan teknologi serta semakin membajirnya informasi - pastinya keberadaan pers/media massa tidak ikutan larut dalam kepentingan sepihak. 

Penyeimbangan antara tuntutan idealisme, komersialisme, dan profesionalisme masih diperlukan karena kehadirannya dalam mengisi ruang publik diharapkan dapat menyejukkan dan menyejahterakan untuk mencapai kepentingan bersama.

Sajian informasi yang tepat, akurat dan benar masih selalu dinantikan untuk menunjang kemajuan negeri ini. Dalam rangka mencapai ke arah itu, barangkali awak media perlu belajar jurnalisme makna dari Jakob Oetama.

Melalui implementasi jurnalisme makna, selanjutnya akan membuahkan produk media semakin berkualitas sekaligus menjaga kredibilitas. Meletakkan nilai yang menempatkan manusia dan kemanusiaan pada posisi sentral pemberitaan merupakan pilihan yang layak. 

Nilai tersebut selanjutnya bisa menjadi acuan para insan pers/awak media dalam mengumpulkan fakta, menulis berita, menyunting, hingga penyajian berita.

JM (10-2-2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun