Nama "Legi" sendiri berasal dari hari pasaran dalam kalender Jawa, yaitu hari Legi, yang merupakan hari paling ramai di pasar ini. Pada hari pasaran Legi, aktivitas jual-beli meningkat secara signifikan dibandingkan hari biasa. Ramai orang datang untuk berbelanja sekaligus merasakan atmosfer pasar tradisional yang penuh warna dan semarak.
Pada hari tersebut, pasar tidak hanya dipenuhi oleh kebutuhan pokok, tetapi juga berbagai barang seperti kain batik, alat-alat membatik, gerabah, serta peralatan tradisional dari besi dan tembaga seperti sabit, cangkul, dan pisau. Aneka gerabah seperti kendil dan kendi juga menjadi barang dagangan yang banyak diminati oleh pengunjung.
Namun, seperti banyak pasar tradisional lainnya, Pasar Legi Kotagede tidak luput dari tantangan, terutama selama masa pandemi COVID-19. Pandemi memberikan dampak signifikan terhadap roda perputaran ekonomi di pasar ini.
Banyak pedagang mengalami penurunan omzet yang cukup besar, terutama di sektor kuliner yang sangat bergantung pada pengunjung pasar. Pembatasan aktivitas dan berkurangnya jumlah pengunjung membuat daya beli masyarakat menurun, sehingga permintaan terhadap berbagai produk di pasar ikut berkurang.
Selain itu, kebijakan pembatasan sosial dan anjuran stay-at-home membatasi mobilitas pedagang dan pembeli, sehingga pemasaran menjadi lebih sulit dan penjualan menurun drastis.
Untuk mengatasi dampak tersebut, pemerintah Kota Yogyakarta memberikan relaksasi retribusi kepada pedagang pasar tradisional sebagai bentuk dukungan untuk pemulihan ekonomi.
Langkah ini membantu mereka memperluas jangkauan penjualan dan tetap bertahan di tengah situasi yang penuh tantangan. Meskipun terdampak, Pasar Legi Kotagede terus berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai pusat perdagangan tradisional sekaligus warisan budaya yang penting bagi masyarakat.
Kini, setelah melewati masa-masa sulit, Pasar Legi Kotagede kembali eksis dan ramai dikunjungi. Orang-orang datang tidak hanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk merasakan suasana pasar tradisional yang hidup, penuh warna, dan sarat dengan nilai budaya.
Pasar ini menjadi ruang sosial yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, menjembatani nilai-nilai sejarah dengan dinamika kehidupan modern. Kehadiran pasar ini memberikan kesempatan bagi masyarakat dan wisatawan untuk menyelami kekayaan warisan budaya Yogyakarta sekaligus merasakan kehangatan interaksi sosial yang khas pasar tradisional.
Pasar Legi Kotagede bukan sekadar tempat transaksi jual-beli, melainkan juga simbol kebanggaan masyarakat Kotagede. Di sini, tradisi dan modernitas berjalan beriringan, menjaga agar nilai-nilai budaya tetap hidup dan berkembang di tengah perubahan zaman.
Suasana pasar yang hidup, ditambah dengan keramahan para pedagang, membuat pengunjung merasa betah dan ingin kembali lagi. Pasar ini juga berperan penting dalam mendukung keberlangsungan ekonomi para pedagang kecil di era modern, sekaligus menjaga kelestarian tradisi dan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur.