Tetapi rupanya usia kematangan berpolitik para pendahulu kita, pionir-pionir keperwiraan bangsa kita di masa lalu itu justru terjadi ketika belum genap usia 40 tahun (kini batas usia termuda Calon Presiden dan Wakil Presiden di UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang minimum 40 tahun atau yang pernah pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah, yang diributkan itu).
Contoh paling puncak adalah Sutan Sjahrir. Sjahrir menjadi Perdana Menteri Indonesia untuk pertama kalinya pada tanggal 14 November 1945 pada saat berusia 36 tahun 8 bulan 9 hari. Â Situasi politik memang menjadi penyebab kenapa Sjahrir semuda itu sudah bisa menjadi Perdana Menteri. Kombinasi dari kondisi politik, kepercayaan dari para pemimpin kemerdekaan, dan momentum Sjahrir yang pada seusia itu sudah memiliki kemampuan diplomasi serta ideologi moderat yang dikuasainya.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus oleh Soekarno dan wakil presiden Moh Hatta, bukan tanpa konflik internal bangsa. Sistem presidensial dianggap oleh sementara kalangan Republik waktu itu sebagai terlalu sentralistik. Banyak pihak, terutama dari kalangan pemuda dan partai-partai yang bermunculan, umumnya lebih mendorong ke arah sistem parlementer agar pemerintahan lebih demokratis dan partisipatif.
Untuk meredam krisis politik Pasca-Proklamasi itu, pada 14 November 1945, sistem pemerintahan Republik diubah menjadi parlementer. Dan diperkenalkanlah untuk pertema kalinya, jabatan Perdana Menteri. Sjahrir adalah sahabat dekat Hatta yang dikenal cerdas, jujur, dan tidak terlibat dalam organisasi Jepang seperti halnya Soekarno, Hatta dan sebagian besar pemimpin Republik ketika itu.
Karena dianggap "tidak bekerjasama dengan Jepang" seperti pemimpin-pemimpin Republik yang lain, dan relatif dapat diterima oleh tentara Sekutu terutama Inggris di dunia internasional, maka dipilihlah Sjahrir yang kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat 5 Maret 1909. Selain berlatar belakang dari keluarga terpelajar, intelektual dan kebetulan juga bangsawan Minangkabau, Sjahrir adalah juga anak seorang jaksa di Sumatra Barat, dan mendapat pendidikan elite sejak muda. Termasuk ELS (Europeesche Lagere School) dan AMS (Algemeene Middelbare School) dan kemudian sempat belajar di Negeri Belanda.
Sjahrir juga dikenal sebagai tokoh moderat, sosialis, anti-fasis, pinter bernegosiasi, diplomasi. Sangat diperlukan saat itu untuk menghadapi tekanan dari penguasa Belanda dan Sekutu. Terutama menlelang dan selama Perundingan Linggarjati (1946). Â Sjahrir juga diketahui memiliki basis kuat di kalangan pemuda dan kelompok kiri moderat seperti Partai Sosialis. Kelompok ini aktif dalam revolusi dan menolak kembalinya kolonialisme. Tetapi tidak setuju dengan taktik ekstrem atau kolaborasi dengan Jepang.
Sikap moderat, sosialis Sjahrir tercermin dari buku yang ditulisnya, "Perjuangan Kita" (1945) yang sangat mempengaruhi opini publik dan elite politik, bahwa perjuangan Indonesia harus rasional, berbasis diplomasi dan bukan berdasar fanatisme semata.
Presiden Sjafruddin Prawiranegara
Setelah Agresi Militer Belanda (Clash Kedua) terjadilah situasi Republik Indonesia lowong kekuasaan, terutama ketika Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda dan diasingkan ke dua tempat yang terpisah. Soekarno awalnya ditahan di Yogyakarta, tetapi tak lama kemudian dipindahkan ke Brastagi, di Sumatera Utara (Desember 1948). Kemudian dipindahkan lagi ke Parapat di Danau Toba.
Sedangkan Mohammad Hatta, langsung diasingkan ke Bangka. Tepatnya di Mentok (Muntok), Pulau Bangka. Hatta ditempatkan di rumah pengasingan yang terpisah dari tokoh-tokoh nasional yang lain. Cukup lama mereka ditahan dan diasingkan, selama delapan (8) bulan. Â Meski Soekarno-Hatta ditangkap, pemerintah Indonesia tidak runtuh. Sebaliknya, Sjafruddin Prawiranegara justru membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Sehingga, Sjafruddin yang menjabat sebagai Ketua Pemerintahan Darurat RI (PDRI) secara de facto berperan sebagai Presiden Republik Indonesia setelah Agresi Militer Belanda II, saat pemimpin negara Republik Indonesia, Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan Belanda.