JAYAPURA - Sidang perdana pelanggaran Keimigrasian oleh (Wargan Negara Asing) WNA Papua Nugini (PNG) pada, Selasa (12/8) di Pengadilan Negeri kelas 1A Jayapura dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditunda.
Sidang dipimpin oleh Zaka Talpatty selaku Hakim ketua dalam perkara itu didampingiÂ
Ronald Louterboom, SH.,MH., dan Korneles Waroi, SH., selalu hakim anggota. Sidang sempat berjalan, diawali dengan pengecekan identitas terdakwa. Seusai pemeriksaan terdakwa, sidang dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Namun sidang dinyatakan skorsing setelah Jaksa Penuntut Umum ingin menghadirkan salah seorang saksi, tetapi tidak berlanjut dengan alasan salah seorang hakim yang menangani perkara tersebut memiliki hubungan ayah dan anak dengan salah satu penasehat hukum dari keempat terdakwa.
Di bangku terdakwa terdapat empat tersangka masing-masing; Adrian Lohumbo (CEO West Sepik Province Health Authority PNG), Nimbaken Tibli (Finance Officer West Sepik Province Health Authority PNG), Amstrong Kupe (Nurse West Sepik Province Health Authority PNG) dan Melchior Nemo (Morgue Attendant West Sepik Province Health Authority PNG).
Kepada Wartawan di PN Jayapura Kuasa hukum Dr. Anthon Raharusun, S.H.,M.H mengatakan keempatnya  dituduh melanggar Pasal 113 dan Pasal 119 UU No. 6/2011 tentang Keimingrasian).Â
Ia kemudian menjelaskan penundaan sidang tersebut dilakukan oleh majelis hakim dikarenakan salah satu dari pihaknya ini memiliki hubungan darah dari salah satu majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
"Karena itu salah satu dari hakim anggota itu tadi mengundurkan diri," ujar Anton kepada Cenderawasih Pos.
Tegas Anton, kasus tersebut merupakan kasus yang sangat sederhana tetapi dibikin completed dan ribet. Padahal keempat terdakwa tersebut jelas-jelas memiliki visa lintas batas yang resmi. Sementara banyak orang lainnya yang melintas tanpa memiliki dokumen yang resmi atau ilegal dibiarkan pergi.
Kondisi inipun sangat memperihatinkan terhadap oknum - Oknum yang bertugas di lintas batas RI-PNG. Sangat disayangkan karena mereka yang memiliki visa dan izin resmi justru ditahan. Menurutnya dalam kasus tersebut diduga kuat ada terjadi pemerasan terhadap kliennya.