Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tjung Ban Hok, Keren Juga Kok!

18 April 2017   09:51 Diperbarui: 18 April 2017   15:26 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

+++

 

Saya tak pernah memahami bagaimana mungkin penggantian nama mampu mengubah kesejatian identitas seseorang. Apalagi jika dilakukan bukan karena sebuah penghormatan. Seperti gelar maupun julukan yang disematkan pada sejumlah tokoh yang dianggap istimewa pada masyarakat feodal ataupun keagamaan.

Penggantian ataupun penggunaan nama lain yang bukan bawaan lahir, juga sering dilakukan atas dasar pertimbangan komersial. Hal ini masih mudah dipahami. Sebab yang bersangkutan memang diuntungkan dan kadang justru membutuhkan. Acap dilakukan aktor dan aktris panggung, layar lebar, maupun layar kaca.

Lalu, apakah semua warga turunan Tionghoa yang menggunakan nama pengganti yang lebih Indonesia, memperoleh dan menerimanya sebagai suatu kehormatan?

Kemungkinan mereka melakukannya karena sebuah 'keharusan' yang tak mesti sejalan dengan 'keikhlasan'. Nama istimewa yang diberikan kedua orangtua yang melahirkan dan membesarkan mereka dengan sepenuh cinta-kasih dan harapan yang setinggi langit, (mungkin) terpaksa dikorbankan. Demi berdamai dengan berbagai kemungkinan pembedaan dan pengucilan yang bakal dihadapi di tengah kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Kita saksikan, Ahok pun sering lebih nyaman memanggil dirinya sebagai Ahok. Panggilan kecil dari nama Cina-nya, Tjung Ban Hok. Bukan yang terkait, berasal, atau bersinggungan dengan nama Indonesia-nya, Basuki Tjahaja Purnama.

 

+++

Sebagian masyarakat Indonesia --- umumnya bukan turunan Tionghoa --- memang ada yang terbiasa mengganti nama. Biasanya karena pertimbangan klenik karena nama semula dianggap terlalu 'berat', membawa 'kesialan', dan anggapan-anggapan keburukan subyektif lainnya. Upacara penggantian nama itu kadang disertai dengan prosesi khusus yang tak mudah dan tak murah. Bahkan ada yang sampai perlu dimandikan air sungai yang dingin di tengah malam, lengkap dengan persembahan sesajian.

Penggantian seperti itu tentu didasari pada kesadaran dan keinginan pribadi (keluarga) yang bersangkutan. Sesuatu yang memang diyakini akan membawa kebaikan. Bukan karena pertimbangan agar mampu 'menutupi' asal-usulnya dan dapat 'disejajarkan' dengan yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun