Mohon tunggu...
Chevia Sukma Putri
Chevia Sukma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, Peserta Mata Kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi, Dosen Pengampu Dr. Nani Nurani Muksin, M.Si

Selanjutnya

Tutup

Politik

PR Pemerintah DI Ujung Tanduk Revitalisasi Atau Mati Suri?

18 Juli 2025   10:01 Diperbarui: 18 Juli 2025   10:01 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunci dari keberhasilan

Di tengah derasnya arus informasi digital, ekspektasi masyarakat terhadap pemerintah telah bergeser secara fundamental. Mereka tidak lagi puas dengan komunikasi satu arah yang kaku; sebaliknya, mereka menuntut keterbukaan, responsivitas, dan interaksi yang setara. Dalam lanskap ini, fungsi Hubungan Masyarakat (Humas) pemerintah berada di persimpangan krusial: beradaptasi secara radikal dengan tuntutan zaman atau berisiko kehilangan relevansi dan, yang lebih penting, kepercayaan publik. Ini bukan lagi sekadar pilihan strategis, melainkan sebuah keharusan demi keberlangsungan legitimasi dan efektivitas tata kelola pemerintahan.

Artikel opini ini saya akan mengulas bagaimana paradigma "PR zaman old" yang terbelenggu birokrasi dan ketakutan akan kesalahan telah menghambat adaptasi, serta mengapa revitalisasi mendalam adalah satu-satunya jalan untuk menghindari "mati suri." Urgensi ini muncul dari konsekuensi nyata jika tidak ada tindakan, yaitu hilangnya relevansi dan kepercayaan publik, yang pada gilirannya akan berdampak pada keseluruhan tata kelola pemerintahan dan proses demokrasi digital. Revitalisasi PR pemerintah adalah fondasi esensial bagi terwujudnya demokrasi digital yang partisipatif dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Tanpa komunikasi yang efektif dan inklusif, upaya reformasi birokrasi akan kehilangan daya dukungnya dari masyarakat.

BIROKRASI VS ZAMAN DIGITAL

PR "Zaman Old": Terjebak dalam Paradigma Usang

Humas pemerintah "zaman old" dicirikan oleh koordinasi yang lambat, ketakutan akan kesalahan yang berujung pada kehati-hatian berlebihan, dan fokus yang kaku pada protokol serta hierarki. Komunikasi cenderung satu arah, dari atas ke bawah, seperti pengumuman resmi tanpa ruang dialog. Pola ini menciptakan jurang informasi (information gap) antara pemerintah dan masyarakat, di mana informasi vital seringkali gagal menjangkau publik karena akses terbatas, bahasa yang rumit, atau bahkan upaya sengaja untuk membatasi aliran informasi. Pendekatan ini mengurangi efektivitas komunikasi karena pemerintah hanya menyebarkan pesan tanpa mempertimbangkan respons publik. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dalam teknologi informasi di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga menjadi penghambat signifikan, memperparah lambatnya respons dan kualitas informasi yang disajikan.

Ilustrasi pr zaman Old
Ilustrasi pr zaman Old

PR "Zaman Now": Responsif, Akuntabel, dan Kolaboratif

Kontraskan dengan PR "zaman now" yang menuntut responsivitas tinggi, akuntabilitas penuh, dan keberanian untuk berkolaborasi secara terbuka. Media sosial telah mengubah cara humas pemerintah berkomunikasi dan menjalankan tugasnya, memungkinkan komunikasi dua arah dan meningkatkan interaktivitas antara pemerintah dan publik. Ini adalah pergeseran dari sekadar menyampaikan informasi menjadi membangun hubungan yang dinamis dan transparan. Namun, disrupsi teknologi ini juga membawa banyak tantangan. Peningkatan kompetensi dan kolaborasi menjadi kunci dalam menghadapi dinamika komunikasi strategis pemerintah di era digital. Masih banyak Pranata Humas yang membutuhkan bimbingan teknis untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam menghadapi perubahan regulasi dan tuntutan digital.

ilustrasi Pr zaman now
ilustrasi Pr zaman now

REVITALISASI: DARI TEORI KE AKSI

Gagal Jika Hanya Ganti Nama Jabatan (PPID Tanpa Empowerment)

Ilustrasi PPID jika tanpa empowerment
Ilustrasi PPID jika tanpa empowerment

Revitalisasi tidak akan berhasil jika hanya sebatas perubahan nomenklatur atau pembentukan unit baru seperti Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) tanpa disertai pemberdayaan yang substansial. Ini adalah jebakan formalitas yang mengabaikan esensi perubahan. Kegagalan implementasi PPID tanpa pemberdayaan menunjukkan bahwa pembentukan struktur baru saja tidak cukup. Revitalisasi sejati memerlukan pergeseran fungsional, sumber daya, dan budaya yang sesuai, termasuk sumber daya manusia yang memadai, anggaran yang cukup, pelatihan yang relevan, serta pola pikir yang proaktif dan responsif.

Studi menunjukkan bahwa implementasi PPID seringkali menghadapi kendala signifikan, yang mengindikasikan kurangnya pemberdayaan nyata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun