Berita yang baik bukan hanya soal apa yang terjadi, tapi juga bagaimana peristiwa itu dijelaskan secara lengkap, meyakinkan, dan bernyawa. Di sinilah kutipan dan data berperan penting. Keduanya adalah "senjata ganda" jurnalis untuk menghadirkan berita yang kredibel sekaligus berisi. Kutipan memberi suara manusia dalam berita, sementara data memberi bukti dari fakta yang diberitakan. Saat keduanya berpadu, lahirlah berita yang tak hanya menarik, tapi juga dipercaya.
Kutipan yang berasal dari narasumber langsung, ahli, atau pihak terkait akan membawa sentuhan personal dan autentik ke dalam laporan. Ini menunjukkan bahwa berita ini tidak ditulis asal-asalan, tapi berdasarkan wawancara atau pernyataan nyata. Menurut Harras (2024), kutipan juga merupakan ruang bagi mereka yang yang terlibat langsung atau ahli dalam menyampaikan pandangannya, tanpa disertai pandangan penulis.
Sementara itu, data berfungsi sebagai landasan objektif, yang memperkuat argumen dan menempatkan informasi dalam konteks yang lebih luas. Tanpa kutipan, berita terasa dingin dan kaku. Tanpa data, berita terasa lemah dan mudah dibantah. Data yang digunakan dapat berupa statistic, hasil survey, laporan penelitian, dan yang lainnya.
Misalnya, ketika akan menuliskan berita tentang polusi udara di Jakarta. Jika hanya ditulis: "Polusi udara di Jakarta semakin memburuk," pembaca bisa saja bertanya, "Seberapa parah? Kata siapa? Apa Buktinya". Mungkin masyarakat Jakarta akan setuju karena mereka juga merasakan dampaknya, tetapi bagaimana dengan masyarakat luar Jakarta?
Demikian, berita akan jauh lebih kuat jika ditulis begini: "Kualitas udara di Jakarta berada pada level tidak sehat dengan indeks mencapai 165 AQI pada Senin (15/7), menurut data IQAir. 'Saya sudah batuk tiga hari. Anak saya juga mulai sesak napas,' kata Rina (34), warga Jakarta Timur." Di sini, data memberi angka konkret, sedangkan kutipan menggambarkan dampaknya pada kehidupan nyata. Kombinasi ini menjadikan berita lebih bernyawa dan tidak terbantahkan.
Penggunaan kutipan dan data juga menunjukkan profesionalisme jurnalis. Ini menandakan bahwa informasi yang disampaikan bukan hasil spekulasi pribadi, tetapi berdasarkan sumber yang sah dan diverifikasi. Terlebih di era digital yang penuh hoaks dan manipulasi, berita yang mengandung kutipan terpercaya dan data akurat menjadi alat kebenaran di tengah gelombang disinformasi.
Jadi, jika berita ingin dipercaya, jangan hanya menulis apa yang terlihat. Sertakan suara mereka yang mengalami dan angka-angka yang membuktikan. Karena di balik kutipan dan data, tersembunyi kekuatan untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang utuh dan bermakna.
REFERENSI
Harras, K. A. (2024). Bahasa Jurnalistik di Era Digital: Prinsip, Praktik, dan Etika. Jakarta: Penerbit Kreasi Cendikia Pustaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI