Mohon tunggu...
Jihan Madubun
Jihan Madubun Mohon Tunggu... Kontributor Tulisan

Pendidikan, Politik, Science, Sosial, Edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Mengajar demi Bangsa, Negara Membayar demi Formalitas: Ironi Kesejahteraan Guru di Negeri yang Katanya Merdeka

15 Agustus 2025   20:05 Diperbarui: 15 Agustus 2025   20:44 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap Agustus, nasionalisme warga Indonesia naik level. Semua orang mendadak cinta tanah air. Bendera dipasang, lomba balap karung digelar, dan pidato "Kemerdekaan" diperdengarkan di lapangan sekolah. Para guru berdiri gagah jadi petugas upacara, meski gaji mereka masih kalah dari jatah uang jajan anak Jakarta Selatan. Ironis sekali, mereka merayakan kemerdekaan, tapi belum merasakan kemerdekaan finansial.

Guru memang disebut pahlawan tanpa tanda jasa, tapi sepertinya frasa itu adalah cara halus negara bilang: "Kerja ikhlas ya, jangan banyak nuntut!" Gaji guru honorer di berbagai daerah masih ada yang Rp300 ribu -  Rp500 ribu per bulan. Itu bahkan lebih kecil dari uang skincare bulanan murid Gen Z. Mereka bukan hanya mengajar, tapi juga jadi bendahara kelas, psikolog, tukang fotokopi, sampai motivator spiritual. Gaji? Seadanya. Beban mental? Maksimal.

Lebih menyedihkan lagi, urusan guru zaman sekarang bukan hanya mendidik murid, tapi juga membesarkan Google Form, rapor digital, ARKAS, e-kinerja, dan laporan-laporan yang bikin mata jereng. Waktu untuk berpikir kreatif habis untuk scan tanda tangan dan upload berkas. Ini bukan Merdeka Belajar, tapi Merdeka Administrasi.

Belum selesai dengan masalah internal, muncullah pernyataan viral dari Bu Sri Mulyani. Beliau bilang: "Gaji guru memang masih kecil, tapi apakah semuanya harus ditanggung negara?"
Pertanyaan yang bikin guru honorer mendadak merasa dirinya bukan pegawai negara, tapi pegawai amal. Padahal APBN pendidikan sudah ratusan triliun. Masa masih minta partisipasi masyarakat buat bayar guru?

Lebih pedas lagi nasib guru kalau dibandingkan dengan hakim. Pemerintah era Presiden Prabowo berencana menaikkan gaji hakim agar tidak tergoda suap. Bagus. Tapi guru yang gajinya segitu-segitu aja, tidak takut tergoda apa? Tergoda resign dan jualan online? Kalau hakim naik gaji biar tidak disuap, guru harusnya naik gaji biar tidak disuruh jualan LKS dan amplop fotokopi di kelas.

Bandingkan juga dengan dokter. Dokter spesialis bisa dapat belasan hingga puluhan juta per bulan. Dokter PTT saja bisa lima sampai tujuh juta. Wajar, karena mereka menyelamatkan nyawa. Tapi guru juga menyelamatkan umat manusia dari kebodohan dan generasi rebahan. Kalau dokter gagal, satu orang meninggal. Kalau guru gagal, satu generasi bengong. Tapi tetap saja dokter dianggap profesi elit, guru dianggap profesi penyabar level malaikat.

Mari tengok ke luar negeri. Di Finlandia, gaji guru pemula bisa Rp50-60 juta per bulan. Di Jepang, guru SD bisa Rp40 juta. Di Singapura, gaji awal guru mencapai Rp40-47 juta. Mereka menempatkan guru seperti profesi kelas elite. Di Indonesia, gaji guru Rp500 ribu dianggap "bukti keikhlasan".

Kalau sudah begini, apakah kita masih pantas teriak "MERDEKA"? Guru pulang dari upacara 17 Agustus masih pusing bayar listrik, beli beras, sambil tanya diri: "Sebenarnya saya ini pendidik atau relawan permanen?"

Kalau guru ingin sejahtera, mereka tidak butuh pujian pahlawan. Mereka hanya butuh gaji yang pantas dan administrasi yang manusiawi. Tetapkan gaji guru minimal setara UMR nasional, kurangi tugas-tugas konyol, dan perlakukan profesi ini seperti profesi penting, bukan sekadar pengabdi tanpa pamrih yang dibiarkan miskin selamanya.

Kalau terus begini, jangan bingung kalau suatu saat murid berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun