Mohon tunggu...
Jifis AhsaniTaqwim
Jifis AhsaniTaqwim Mohon Tunggu... Penulis - Penggiat bisabaik.com

Penggagas dan penggiat Platform bisabaik.com — di mana pun dan kapan pun.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Panduan Tolak Tawaran Kawan Secara Halus

25 Juni 2021   02:31 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:29 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak dulu, kita sudah sering melewati keadaan saat mencari dan melewatkan seorang kawan. Perkawanan yang senantiasa dirajut berjalan secara dinamis dan apa adanya. Sampai di suatu kondisi, saat kita menginjak usia lebih dari sebelumnya, fase yang karib dikenal dewasa, kita menyadari jika punya seorang kawan bukan perkara yang gampang.

Seseorang yang mengambil andil dalam tiap andal komunikasi dengan kita. Seseorang yang lebih dari tau siapa namanya, bagaimana wajahnya, dan ketemu kalau lagi ada butuhnya. Kawan yang dengan sebenarnya kawan.

butuh itikad dalam mempertahankan seorang kawan, menjalin hubungan dengan tidak disudahi merasa saling asing satu sama lain. Sebuah kenyataan yang logis jika kita harus menjalin komunikasi dengan baik, dengan bajik. Dengan apa? minimal dengan sering cerita soal berbagai kejadian, sampai kalau bisa menyempatkan pertemuan sesekali waktu.

Kedengarannya terlalu mudah dan sederhana saat dibicarakan, tetapi menjadi lebih runyam saat dilakukan. Apalagi jika hubungan dengan seorang kawan dijalin dari kedekatan tiap pertemuan. Pada kenyataannya tidak setiap orang mudah untuk melakukan pertemuan, pergi, atau sekadar basa basi sana sini. Ada suatu kondisi hal-hal tersebut menjadi mudah melelahkan bagi beberapa di antara kita. Termasuk salah satunya adalah seorang introver.

Sifat yang terlalu self absorb dalam menjalin hubungan dengan kawan terkadang tidak bisa diimbangi oleh introver. Antusiasme seseorang dalam mengarungi dunia perkenalan dengan orang baru (meski didasari oleh niat baik) serasa menjadi keindahan tersendiri bagi seorang ekstrover, tapi mungkin tidak bagi introver. Dinamika sosial bagi introver bisa saja begitu menguras energi. Bukan berarti tidak mau bersosial, tetapi lebih nyaman dengan sosial yang seperlunya dan semampunya.

Kejadian yang sering terjadi pada introver adalah lahirnya perasaan tidak enakan saat hendak menolak suatu ajakan dari kawan. Alhasil dia akan terombang-ambing dalam perasaan yang tidak pasti, dilema. Perasaan takut untuk dianggap sok, lalu tidak dianggap kawan, dan diabaikan untuk seterusnya. Sedangkan saat diiyakan, rasa lelah akan sering menyertainya. Hal seperti demikian yang sering membuat introver susah mengartikan apa itu sebenarnya keberhasilan.

Berikut ini adalah sebuah alternatif dan panduan bagi para introver untuk menjawab "tidak" kepada setiap ajakan yang hadir dengan merasa enak-enak saja, atau tanpa harus merasa tidak enakan. Panduan yang sekaligus tidak mengakibatkan seseorang yang ngajak menjadi kecewa, tetapi memahami dengan berbagai bentuk pengertiannya.

Panduan ini sebenarnya berlaku juga bagi siapa saja, tidak hanya bagi introver, tetapi juga yang sedang krisis moneter. Alias dompet kosong. Hehehe

Pertama, jawab dengan bilang kalau sudah ada jadwal. Meski terdengar basi, cara yang pertama ini sangat layak untuk diterapkan. Dengan sedikit bumbu yang menawan, cara ini bisa jadi jawaban yang begotu meyakinkan. Misal saja kalau saat itu sudah dinanti oleh orang rumah untuk membahas permasalahan keluarga. Meski ketika sampai rumah, pembahasan yang terjadi adalah seputar menu makan, tapi itu kan tetap permasalahan dengan keluarga, bukan dengan tetangga.

Dengan begitu orang tidak akan dengan lancang mengklarifikasinya. Dan kamu juga tidak demgan gampang untuk membohonginya. Sebab seperti itulah adanya, niat baik untuk bisa menjaling mutualis dalam berkawan. Tidak saling merasa dirugikan.

Kedua, jawab dengan apa adanya, hanya saja sampaikan dengan ucapan yang dianggap netral. Netral yang dimaksud di sini adalah tidak membuat satu belah pihak merasa disia-siakan. Misal saja ucapan yang digunakan adalah dengan diksi "kenapa", pasti akan menyudutkan satu pihak. "Kenapa kamu begitu sering mengajakku untuk hal yang tidak penting?". Begitu sangat tidak enak didengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun