Setiap kali Ramadan tiba, kita disibukkan dengan berbagai persiapan, mulai dari merencanakan menu sahur dan berbuka, berburu takjil, hingga mencari cara terbaik untuk menurunkan berat badan selama puasa.
Banyak yang melihat bulan suci ini sebagai kesempatan untuk melakukan "detoksifikasi" fisik, mengurangi konsumsi junk food, mengontrol pola makan, dan menghindari makanan yang berlebihan.
Tapi pernahkah kita berpikir bahwa bukan hanya tubuh yang butuh detoksifikasi? Bagaimana dengan "sampah" yang menumpuk di jiwa kita, iri, dengki, kesombongan, kebencian?
Jika Ramadan adalah bulan untuk menyucikan diri, mengapa kita hanya fokus pada tubuh dan lupa membersihkan hati?
Tubuh yang Sehat, Jiwa yang Sakit
Filsuf Yunani, Socrates, pernah berkata, "Jangan hanya pedulikan tubuhmu, tapi abaikan jiwamu. Sebab, jiwa yang rusak jauh lebih berbahaya daripada tubuh yang sakit."
Kita bisa dengan mudah mengenali dampak negatif dari makanan tak sehat: obesitas, kolesterol tinggi, penyakit jantung. Tapi bagaimana dengan dampak dari "junk soul"?
Coba perhatikan media sosial, Ramadan seharusnya menjadi bulan penuh kedamaian, tapi justru sering menjadi ajang perdebatan, siapa yang puasanya lebih benar, siapa yang lebih rajin ibadah, siapa yang paling dermawan.
Komentar pedas, sindiran halus, dan perlombaan dalam beribadah sering kali justru merusak esensi puasa itu sendiri. Bukankah ini seperti seseorang yang rajin berolahraga tapi tetap makan junk food?
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)