Lalu apa salahnya ? Bukankah itu uang mereka ? Bukankah itu hasil kerja keras mereka ? Tentu benar. Tapi yang jadi soal disini adalah bahwa para figur publik ini secara sadar atau tidak sadar menanamkan sebuah gaya hidup kepada masyarakat.
Karena posisi mereka ini sebagai pusat perhatian, kehidupannya disaksikan orang banyak. Apa yang menjadi tindak tandukknya secara tidak langsung akan menjadi budaya populer di masyarakat.
Masyarakat adalah komunitas peniru. Masyarakat akan mencontoh perilaku figur publik yang kemudian menjadi budaya populer.Â
Tentu gaya hidup mewah yang diadopsi oleh masyarakat menengah kebawah ini akan membawa kepada kemiskinan yang tidak hanya miskin ekonomi, tetapi juga miskin kepedulian. Bukankah gaya hidup mewah itu selalu berimplikasi kepada sikap mementingkan diri-sendiri ? Setidaknya ini opini pribadi penulis.
2. Perilaku Konsumtif dan Miskin Kreativitas
Perilaku konsumtif seringkali juga dipertontonkan oleh banyak figur publik. Oknum figur publik ini tidak melihat barang dari sisi fungsionalitasnya saja. Mereka bisa memakai jam tangan seharga 1,4 miliar ! Bukan main !
Tidak ada yang salah dalam perilaku mereka, kalau kita tidak menggunakan pemikiran kritis. Tapi sejenak, marilah kita berpikir kritis.
Perilaku konsumtif menunjukkan individu yang tidak punya daya kreativitas (miskin kreativitas). Individu tersebut selalu menggunakan produk orang lain atau bangsa lain.
Apabila perilaku tersebut dilakukan berulang-ulang dan kemudian menjadi kebiasaan, maka sebenarnya penjajahan sedang terjadi. Celakanya bangsa kita sendiri yang menyumbang terjadinya penjajahan. Ini yang lebih celaka, karena banyak warga masyarakat yang tidak sadar sedang dijajah melalui tontonan perilaku konsumtif.
Baiklah apabila figur publik dengan segala kekayaan dan pengaruhnya berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada perubahan sosial. Misalnya, mengadakan sosialisasi pengolahan sampah organik untuk petani, pelatihan pembuatan jarring untuk nelayan atau bisa juga berbagi berkat makanan dengan melarisi warung-warung makan kecil sepi pembeli.
3. Sudah cukup! Beri tontonan yang bijak
Sudah keniscayaan kalau konsumsi media itu hampir setara pentingnya dengan konsumsi nasi ! Bila kita sedikit waktu saja tidak menerima informasi dari arus media, dunia seperti sudah hilang, perasaan teralienasi semakin kuat.