6. Korea Selatan : dikucilkan
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Kalian akan tahu ketika kalian menonton TV kasus korupsi yang pelakunya masih bisa senyum semringah dengan rompi oranye dan tahu-tahu sudah bebas aja tuh dengan berbagai jenis remisi.
Belum lagi uang hasil korupsinya tetap bisa beranak pinak meski pelakunya dipenjara. Lalu pada saat keluar penjara mereka masih menikmatinya tanpa takut tertangkap lagi karena mereka sudah selesai menjalani hukuman penjara.
Entah pemerintah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan berbahayanya kejahatan korupsi ini, yang jelas hampir seluruh rakyat Indonesia bahkan orang awam sekalipun sudah tahu kalau korupsi itu kejahatan berat yang harus dihukum berat.Â
Jika betul kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, seharusnya DPR dan pemerintah fokus ke RUU Anti-Korupsi, dalam hal ini hukumannya menjadi hukuman berat. Misalnya hukum pancung atau hukum gantung. Bukan malah fokus ke RUU KPK yang sudah jelas melemahkan pemberantasan korupsi.
Rakyat ingin hukuman mati untuk koruptor tetapi pemerintah diam-diam bae. Tidak pernah ada yang namanya sidang paripurna dengan agenda pengesahan Undang-Undang hukuman mati untuk koruptor.
Lantas kalau DPR tidak sesuai keinginan rakyat, apakah pantas mereka masih meyebutnya wakil rakyat? Lantas jika pemerintahan tidak sesuai keinginan rakyat, apakah pantas negara ini disebut negara demokrasi yang mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat?
RUU KPK adalah salah satu contoh bentuk gamblang cacatnya sistem demokrasi di Indonesia yang cenderung lebih kepada memihak golongan, bukan rakyat secara umum.
Sebab kebijakan dan undang-undang yang mereka buat tidak sesuai keinginan rakyat Indonesia. Rakyat ingin hukum mati untuk koruptor, sedangkan pemerintah (DPR dan Presiden) ingin merevisi UU KPK dengan poin-poin yang seakan ingin melemahkan lembaga antirasuah tersebut.