Pertambahan dan kepadatan penduduk Depok tidak diimbangi dengan penambahan daya tampung siswa (gedung sekolah dan ruangan kelas) di sekolah-sekolah negeri. Justru beberapa waktu yang lalu jumlah sekolah negeri khususnya SD dikurangi.
Sebagai orang tua siswa dari salah satu sekolah dasar (SD) negeri di Depok yang padat penduduk, saya mengamati perkembangan pendidikan di kota ini sejak tiga tahun lalu. Banyak orang tua yang memiliki harapan besar untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri. Sementara daya tampung sekolah negeri tersebut sangat terbatas.
Harapan menyekolahkan anak ke sekolah negeri pada umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi. Sekolah negeri yang gratis menjadi daya tarik utama bagi orang tua siswa, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Namun, harapan itu dibatasi oleh jumlah sekolah dan daya tampung yang terbatas di beberapa titik di Depok.
Beberapa tahun ini, puluhan ribu siswa tidak bisa ditampung di sekolah-sekolah negeri (dasar dan menengah) yang ada di Depok. Sebagian besar siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri tersebut berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.
Dalam penerimaan siswa pada pertengahan tahun lalu, saya mendengar secara langsung keluhan beberapa orang tua yang anaknya tidak bisa ditampung di sekolah negeri. Beberapa dari mereka adalah buruh yang hidup pas-pasan. Bagi sebagian mereka, bisa makan ala kadarnya dan mampu membayar sewa rumah petakan, sudah sangat bersyukur.
Bila siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, maka pilihan terakhir adalah mengecap pendidikan di sekolah swasta. Bagi keluarga golongan ekonomi menengah ke bawah, memaksakan anaknya mengecap pendidikan sekolah swasta pada ujungnya beresiko putus sekolah.
Biaya pendidikan di sekolah swasta tidaklah murah, mulai dari uang pendaftaran, biaya seragam, iuran bulanan (SPP, buku, dan biaya kegiatan. Secara pribadi, hal inilah yang menjadi salah satu alasan saya menyekolahkan anak di salah satu SD negeri yang kebetulan dekat dari rumah.
Di saat kita berbicara tentang pendidikan bermutu untuk semua, rasanya masih jauh panggang dari api ketika banyak angka putus sekolah. Sepertinya kita masih berjuang di tahap "pendidikan untuk semua", bukan "pendidikan bermutu untuk semua".
Bila semua anak usia sekolah bisa mengecap pendidikan, maka pada tahap selanjutnya adalah pendidikan bermutu untuk semua. Oleh karena itu, masalah mendasar adalah keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan dan akses pendidikan untuk semua warga negara.
Dalam jangka pendek, perlu dicari jalan keluar untuk mencegah anak terancam putus sekolah akibat keterbatasan kuota sekolah negeri. Menurut saya, penambahan gedung sekolah dan ruangan belajar adalah hal mendesak.
Bila daya tampung di sekolah negeri terbatas, perlu diberikan subsidi pendidikan di sekolah swasta bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Pemerintah Kota Depok sudah menggagas program Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG) Â di 11 Kecamatan di Kota Depok.