Mohon tunggu...
Jhon Rivel Purba
Jhon Rivel Purba Mohon Tunggu... ASN Peneliti di BRIN

Hidup sederhana dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

"Emas Coklat" Minahasa, Kejayaan Petani Cengkeh dari Sonder

19 Juli 2025   16:14 Diperbarui: 19 Juli 2025   16:14 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal Agustus 2024, saya berkunjung ke beberapa desa di Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Saya tidak merasa asing lagi dengan daerah ini karena pada 2017, saya pernah ke sini selama beberapa hari untuk mencari data tentang sejarah cengkeh.

Kedatangan saya pada 2024 hanyalah karena perasaan rindu dengan aroma cengkeh dari Sonder. Berhubung sedang musim panen, maka hamparan cengkeh yang sedang  dijemur menjadi pemandangan yang menarik.

Saya mengamati pemukiman penduduk yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Pohon-pohon cengkeh masih berdiri kokoh di pekarangan rumah penduduk. Beberapa pohon cengkeh sudah berusia lebih dari setengah abad. Penduduk menjemur cengkeh di depan rumah maupun di pinggir jalan. Cuaca yang cerah membuat petani bersemangat untuk menjemur cengkehnya.

Cengkeh Minahasa

Cengkeh pertama kali masuk ke Minahasa pada awal abad ke-19.  Budidaya cengkeh di Minahasa digalakkan ketika Maluku sebagai penghasil cengkeh terbaik justru sedang meredup. Jenis cengkeh yang ditanam di Minahasa adalah jenis 'Cikotok' asal Ternate yang kemudian dikawinkan dengan cengkeh asal Madagaskar.

Pada awal Orde Baru, permintaan terhadap cengkeh mengalami peningkatan. Hal ini karena semakin berkembangnya industri rokok kretek di Pulau Jawa. Dengan tingginya permintaan terhadap cengkeh, maka harganya juga ikut naik. Hasil panen cengkeh dengan harga jual tinggi, menjadi penopang bagi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga petani Minahasa.

Hasil panen cengkeh dapat dengan mudahnya 'berubah' menjadi uang. Pada dekade 1970-an hingga 1980-an, Minahasa mengalami kemakmuran dengan "emas coklat" cengkeh. Harga per kilogram cengkeh pada 1980an mencapai Rp. 18.000. Sangat tinggi. Tidak mengherankan, pada masa itu Minahasa merupakan salah satu daerah paling makmur di Indonesia.

Bila tiba musim panen, semua kalangan ikut berpartisipasi dalam proses pemanenan. Tidak hanya orang dewasa, tetapi anak-anak juga ikut bekerja. Apalagi  musim panen cengkeh selalu jatuh pada bulan Juli, Agustus, dan September. Artinya, musim panen bertepatan dengan hari libur sekolah, sehingga anak-anak ikut serta memetik/memungut cengkeh.

Proses pemanenan cengkeh apalagi pada saat panen raya, membutuhkan tenaga kerja upahan yang banyak. Tidak sedikit pekerja yang didatangkan dari berbagai desa di Minahasa, bahkan didatangkan dari Gorontalo.

Petani Sonder

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun