Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mengenal Kaum Sumbu Pendek dan Bumi Datar pada Pilgub DKI 2017

1 April 2017   19:30 Diperbarui: 13 Juli 2017   13:59 23517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demonstrasi. Sumber : Tempo.com

Perhatikanlah bahwa setiap parade politik, tak ketinggalan nama-nama mereka selalu ada dan meneriakkan hiruk pikuk yel-yel mereka masing-masing. Tempat ibadah pun menjadi arena untuk berkampanye dan menyuarkaan secara langsung untuk tidak memilih salah satu calon dengan alasan “beda”, “bukan pribumi” dan “kafir”. Padahal, Pilkada adalah arena berdemokrasi, bukan arena beradu argument soal agama siapa yang terbaik. Pilkada adalah soal bagaimana mengadsministrasi keadilan sosial kepada warga sehingga mampu menciptakan keadilan ke berbagai umat.

Parade tersebut lama kelamaan makin terlihat seperti aktivitas kegiatan jual beli barang bekas di Pasar Senen. Semua orang tahu bagaimana murahnya baju, celana, jacket, singlet, hingga pakaian dalam bekas dijual di pasar Senen. Semua orang tahu jika anda membawa uang Rp 100.000,00 ke pasar Senen soren jam 17.00 WIB, maka anda akan pulang dengan pakaian 1 karung goni.

Begitulah agama terlihat, begitu murahan dan tidak bernilai karena diperdagangkan begitu bebas di arena politik. Agama yang seharusnya mengajak kedamaian kepada semua pihak, kini hanya miliki kaum “bumi datar” dan “sumbu pendek”. Bahkan urusan mensholatkan jenazahpun musti ditanya terlebih dahulu “ada pilih siapa? Bukan nomor 2 kan?”.

Teror batin lahir dimana-mana, padahal mereka masih sesama umat yang satu keyakinan. Teror mulut lahir dimana-mana, padahal mereka masih bertetangga, atap dan dinding masih satu atap satu sama lain. Bahkan hubungan silaturahmipun menjadi terputus hanya karena seseorang memilih calon nomor urut dua. Tak jarang ada tetangga yang diam-diaman saat Pilkada saat ini berlangsung, itu hanya karena beda pilihan dukungan.

Kaum “sumbu pendek” dan “bumi datar” selalu berusaha mendapatkan simpati dengan semaksimal mungkin kepada mereka-mereka yang awam, tidak tahu latar belakang masalah, dan iming-iming nasi bungkus dan uang beberapa puluh ribu, yang penting ikut. Mereka selalu terlihat bermuka yang mengharapkan rasa “iba” dan “kasihan” agar orang lain merasa mereka yang benar. Tetapi bagi orang yang mampu berpikir dengan rasional, mereka tidak akan mampu terbawa arus jebakan simpati yang dilahirkan oleh mereka.

Diprediksikan, jika pasangan nomor urut 3 Anies-Sandi kalah nanti di Pilgub DKI nanti, para kaum “bumi datar” dan “sumbu pendek” akan melakukan aksi demonstrasi yang “mungkin” lebih besar dari yang sebelumnya terjadi. Eits, berkaca dari aksi 313, sepertinya sudah banyak kaum mereka yang sudah sadar dan “ogahan” dipengaruhi oleh pikiran “sumbu pendek” dan “bumi datar”. Opsi terakhir, mereka diprediksikan akan membuat “gubernur tandingan” seperti yang telah dilakukan sebelumnya oleh pimpinan junjungan agung mereka meski tidak memilki peran dalam hal apapun terhadap DKI Jakarta. Hanya kebencian dan perang batinlah yang mereka bisa lakukan.

Kaum mereka hanyalah sedikit atau pewarna dalam dunia demokrasi agar terlihat bagaimana nasib orang-orang yang tidak memiliki moral yang tinggi, integritas terhadap masyarakat, intoleransi, dan pikiran sempit. Ketiadaan mereka jelas akan mengakibatkan kebosanan dalam dunia politik di DKI Jakarta dan tanah air Indonesia. Setidaknya dengan adanya mereka, kita tahu rasanya bagaimana orang-orang yang bepikiran seperti anak-anak dan tidak lulus SD. Saya pikir, anak SD dikampung saya lebih mengerti soal pluralisme, menghargai sesama, dan mengedepankan aspek prestasi individu dan track record dibanding kepentingan kelompok untuk menjadi seornag pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun