Baru lalu saya berdiskusi dengan teman-teman aktifis di Udayana, temanya : Apakah benar identitas LALU atau BAIQ adalah bangsawan?. Diskusi yang tak serius ini membuka pertanyaan kritis, darimana sebetulnya nama identitas lalu dan Baiq ini muncul? Benarkah, Lalu dan Baiq ini sebagai identitas seorang bangsawan Lombok 'beneran'?.
Pertanyaan ini muncul karena tak ada satupun penelitian Ilmiah yang benar-benar membuktikan di lombok pernah hidup golongan bangsawan. Bangsawan, kita tahu adalah istilah untuk keturunan raja dan ratu, sementara di Lombok tak pernah ada kerajaan atau ratu yang berkuasa .
Sejarah Lombok sebetulnya adalah sejarah penjajahan dan pemberontakan belaka. Sejak awal keberadaannya, suku Sasak sudah di akui Bali sebagai daerah kekuasaanya. yang terjadi adalah penjajahan raja bali atas Lombok.
Prof. Dr. Alfons van der Kraan dalam LOMBOK: Penaklukan,Penjajahan dan Keterbelakangan (1870-1940), kita membaca, selama ratusan tahun bali menguasai lombok. Van Der Kraan bahkan menolak statemen para sejarawan bahwa di Lombok pernah ada kerajaan sasak yang cukup besar. penolakan ini karena hasil penelitiannya tak ada satupun manukskrip asli yang menunjukkan hal ini. Yang ada sebetulnya hanyalah kekuasaan-kekuasaan kecil berbentuk ketua-ketua adat yang mendapatkan tekanan terus menerus dari bali.
Baru pada tahun 1933, kelompok-kelompok kecil itu bangkit dan bermaksud melakukan pemberontakan terhadap bali. Pemberontakan paling termasyhur dikenal dengan istilah Congah Sakra. Pemberontakan yang dipelopori oleh Tuan Guru Haji Ali Batu. Namun, saat itu pemberontakan belum bisa berjalan signifikan karena kekuatan kelompok-kelompok ini terkotak-kotak. Hingga VOC datang, kelompok-kelompok kecil inipun meminta bantuan VOC untuk mengusir bali dari tanah lombok dan berhasil. Namun sialnya setelah Bali berhasil diusir, VOC menggantikannya masyarakat Sasak tetap terjajah.
Untuk mengurangi resistensi, oleh VOC saat itu, diambillah tokoh-tokoh kunci di masyarakat Sasak untuk terlibat langsung dalam penjajahan. Terutama tetua adat, mereka diberikan hak atas pengelolaan tanah. dari sinilah kemudian muncul istilah Raden. Raden diartikan sebagai tetua-tertua adat yang memiliki tanah. keturunan raden inilah yang kemudian membentuk istilah Baik, Lalu, lale buat anak-ananknya.
Silakan pembaca sendiri yang menginterpretasi hasil diskusi ini !.[]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI