Mohon tunggu...
Jeveronica Yhuni Melati
Jeveronica Yhuni Melati Mohon Tunggu... wiraswasta -

pekerja sosial mandiri, penulis masalah keluarga & wanita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelangkah yang Membunuh

21 Mei 2013   16:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:14 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memiliki anak yang sudah cukup dewasa umurnya, sudah mempunyai gelar sarjana dan sudah berpenghasilan yang cukup, bukanlah berarti tidak ada lagi masalah yang perlu dipikirkan oleh orangtua.  Apalagi kalau anaknya perempuan dan usianya sudah berkepala tiga. Pertanyaan "kapan mau menikah?" pasti berseliweran baik di telinga si anak maupun orangtuanya. Meskipun dikatakan saat ini tidaklah masalah mau menikah umur berapa pun namun tetap saja pertanyaan semacam itu wajar ditujukan bagi gadis berusia kepala tiga.

Mayang adalah gadis lembut lulusan sebuah Perguruan Tinggi swasta yang cukup terkenal di Jakarta, sudah bekerja dengan posisi lumayan dan penghasilan yang cukup. Lima tahun berpacaran dengan Wibisono yang usianya lima tahun di atasnya juga sudah bekerja mapan. Kini usia Mayang memasuki kepala tiga dan orangtuanya  selalu menanyakan kapan mereka mau menikah. Wibisono selalu tidak bisa menjawab dengan pasti bahkan nampak panik dan bingung. Ketika Mayang didesak orangtuanya ia bererita bahwa Wibisono itu bingung karena kakak perempuannya yang bernama Kartika sudah berusia 39 tahun belum menikah bahkan selalu menangis bila diajak bicara masalah pernikahan sehingga orangtuanya juga menjadi sedih bila Wibisono cerita hubungannya dengan Mayang. Itulah sebabnya Mayang tidak pernah diperbolehkan main ke rumah orangtua Wibisono karena katanya tetangganya pasti akan ribut menanyakan kapan menikahnya dan ini membuat Kartika serta orangtuanya terpukul dan malu. Keluarga Wibisono mungkin masih memegang teguh keyakinan bahwa bila anak perempuan didahului menikahnya ( dilangkahi ) oleh adiknya akan membawa sial dalam perjalanan hidupnya, entah buat adiknya atau kakaknya atau mungkin keduanya. Dan kalau terpaksa terjadi maka si adik harus memberi "pelangkah" pada kakaknya berupa barang atau apa saja menurut kesepakatan mereka sendiri.

Tetapi Kartika selalu menangis bila diajak bicara masalah pernikahan apalagi bila ditanya tentang pacarnya yang tidak jelas itu. Sangat tidak masuk akal, seorang Kartika yang berpendidikan tinggi punya jabatan penting di sebuah perusahaan besar, tetap mengharap dan menunggu seorang lelaki yang sudah tidak mencintai dia dan bahkan sudah dijodohkan dengan gadis pilihan keluarganya.

Bagi keluarga Mayang tentu saja menginginkan anaknya cepat berumahtangga karena sudah sepantasnya untuk menikah. Dan apa salahnya bila Kartika yang mungkin  belum ketemu jodoh itu dilangkahi adiknya, karena usia mereka semua sudah cukup banyak. Pemikiran dan keyakinan tentang kesialan bila dilangkahi itu sudah tidak ada dalam kamus keluarga Mayang. Tetapi kesulitan yang dihadapi Mayang adalah Wibisono tidak mengijinkan ia dan orangtuanya menjalin komunkasi dengan keluarganya karena akan menyakiti Kartika dan membuat sedih serta bingung bapak ibunya. Terkadang dalam kepanikanWibisono berkata  kalau Mayang tidak sabar menunggu tanpa kejelasan batas waktu tentunya, ya silakan menikah dengan orang lain.

Sesungguhnya pernyataan Wibisono ini sangat menyinggung dan menyakikan orangtua Mayang seolah hanya Mayang yang membutuhkan. Tetapi mungkin Mayang sudah capek dengan sikap Wibisono ini sehingga dia menjadi masa bodoh tentang dirinya sendiri. Dia mengatakan sudah malas menjalin hubungan dengan orang lain lagi maksudnya berpacaran karena harus mulai belajar lagi menyesuaikan diri dengan sifat dan kebiasaan orang baru juga lingkungannya. Tidak penting lagi memikirkan kapan mau menikah karena semua seperti benang ruwet.

Sikap Wibisono juga semakin tidak bisa dimengerti. Dia semakin menenggelamkan diri dalam pekerjaan, mencoba menghindar dan menolak  bila diajak jalan Mayang di hari libur, tidak seperti waktu dulu. Alasannya lembur, capek atau sakit, padahal kalau Mayang pergi sendiri dia akan marah kenapa tidak mengajaknya. Kadang sikap menjengkelkan itu tidak disadari oleh Wibisono bahkan dia sering lupa apa yang dia katakan pada Mayang.

Mungkin Wibisono terlalu bingung memikirkan hubungannya dengan Mayang. Dia takut bertemu orangtua Mayang dan juga takut kehilangan Mayang, tapi dia tidak berani melangkahi kakaknya dan tidak sanggup melihat kesedihan orangtuanya bila harus menikah lebih dulu. Kartika memang pernah berkata, "kalau kamu mau menikah dulu aku tidak apa -apa ", tetapi dengan menangis hingga bapak ibunya ikut menangis sedih dan kemudian sakit.

Bukankah ini sama saja dengan mengatakan, "kamu boleh menikah lebih dulu dan pelangkahmu akan membunuh aku serta bapak ibu"

Apakah benar bila seorang gadis ketika usianya sudah melewati 30 tahun dan belum berumahtangga akan semakin banyak pertimbangan untuk menikah dan egonya semakin tinggi?. Dan untuk apakah pelangkah itu, bukankah itu hanya sebuah bentuk penghiburan saja, yang penting adalah keikhlasan masing - masing untuk saling mendoakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun