Mohon tunggu...
Jessy Nora Sandy
Jessy Nora Sandy Mohon Tunggu... Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya

Selamat datang di blog saya! Suatu kanvas digital tempat saya melukis cerita, semoga menginspirasi, ya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Lensa Jurnalis

5 Mei 2025   16:30 Diperbarui: 5 Mei 2025   16:27 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gawai di tangan, catatan kecil di saku, langkahku memasuki kampus pagi itu. Hari ini aku bertugas sebagai jurnalis yang meliput peserta UTBK disabilitas. Awalnya, liputan ini kurasa tak lebih istimewa dari rutinitas lainnya, namun aku salah besar. Di sudut ruang tunggu, aku melihat tiga sosok dengan aura determinasi yang kuat. Rani dengan mata yang tak bisa melihat tapi tersenyum penuh keyakinan, Bayu dengan alat bantu dengar yang fokus mempersiapkan diri, dan Dewi yang tengah berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan pendampingnya.

"Kenapa Sastra Inggris?" tanyaku pada Rani, gadis tunanetra dengan tongkat hitam di sampingnya.

"Karena bahasa tidak membutuhkan mata untuk dikuasai," jawabnya tegas sembari menunjukkan komputernya yang telah terpasang aplikasi NVDA. Aku terpana melihat bagaimana teknologi itu 'membacakan' segala sesuatu di layar untuk Rani. 

"Saya mendengarkan soal, berpikir, lalu menjawab. Mata saya tidak berfungsi, tapi pikiran saya tidak pernah berhenti bekerja," tambahnya. 

Lalu aku beralih pada Bayu, "dan kamu, Musik?" Dia tersenyum tipis. 

"Musik itu bukan hanya soal mendengar, kak. Tapi juga merasakan." jawabnya.

"Meskipun saya sulit mendengar, saya teringin untuk menuangkan perasaan saya melalui musik. Bagi saya, bermain musik adalah cara terbaik untuk berekspresi."

Saat pengawas memanggil para peserta untuk masuk, aku menyaksikan sesuatu yang mengharukan. Langkahku terdiam sejenak dengan catatan kecil yang masih di tangan. Bukan raut kesulitan yang kutangkap hari ini, melainkan potret kegigihan. Setelah mengamati mereka selama beberapa jam, aku sadar bahwa keterbatasan hanyalah kata yang diciptakan oleh mereka yang takut bermimpi. Sementara di ruangan ini adalah bukti nyata bahwa tekad dan semangat belajar dapat melampaui segala batasan fisik yang ada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun