Mohon tunggu...
Jessyka Malau
Jessyka Malau Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Penikmat musik dan kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pentingnya Pemulihan Trauma pada Anak Pasca Bencana

24 Agustus 2018   17:04 Diperbarui: 30 Agustus 2018   22:48 7277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Instagram @bkkbnofficial

Pemulihan trauma berarti mengatasi rasa bersalah, kecemasan, ketakutan dan menyediakan mekanisme coping (penyelesaian) terhadap pikiran dan perasaan negatif yang muncul. 

Pihak yang paling rentan mengalami trauma akibat bencana adalah anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena mereka belum memiliki kapasitas yang memadai dalam mengontrol emosi dan menyelesaikan masalah secara adaptif. 

Setelah bencana terjadi, anak harus pindah dari situasi dan rutinitas keseharian yang membuatnya aman dan nyaman. Ada yang kehilangan orang tua atau saudara. Ada yang pindah dari rumah dan tinggal sementara waktu di tempat pengungsian. Malah, ada yang tidak bisa bersekolah, bermain dan mendapatkan istirahat yang cukup. Oleh karena itu, diperlukan metode dan media yang tepat untuk membantu anak mengekspresikan rasa takut, cemas, pesimis dan menumbuhkan harapan serta optimisme mengenai masa yang akan datang. 

Apa yang dapat dilakukan untuk anak?

Florence Halstead, seorang peneliti Geografi Manusia (Antropogeografi) dari Universitas Hull, Inggris menyarankan cara memfasilitasi anak dalam pemulihan trauma pasca bencana bagi orang tua, guru, pekerja sosial, atau pihak yang terlibat langsung dalam penanganan bencana. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :

1. Mendorong anak untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya

Anak yang menjadi korban bencana alam seringkali menyampaikan bahwa keluarga dan sekolah tidak mendengarkan kekuatiran atau masalah yang mereka alami. Mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak ingin membebani keluarga dan guru dengan kekuatiran yang mereka rasakan. Meskipun anak tampak baik-baik saja dari luar, namun belum tentu demikian dengan perasaan yang di dalam diri anak.

Orang tua, guru atau pekerja sosial perlu peka dalam melihat kondisi dan kebutuhan anak. Yakinkan anak bahwa perasaan adalah hal yang penting untuk disampaikan. Berikan kesempatan bagi anak untuk berbicara mengenai perasaan dan pengalaman yang mereka alami terkait dengan bencana. Rancanglah aktivitas semenarik mungkin yang dapat membuat anak merasa nyaman dan terbuka untuk bercerita, misalnya dengan menggambar, menulis, bercerita dengan boneka.

Anak-anak yang sedang menulis di posko pengungsian, Lombok. Foto : Instagram @bkkbnofficial
Anak-anak yang sedang menulis di posko pengungsian, Lombok. Foto : Instagram @bkkbnofficial

2. Menjadi role model yang positif dan optimis bagi anak

Orang tua, guru atau pekerja sosial dan pihak lainnya perlu menyadari bahwa anak memandang orang dewasa sebagai role model (teladan) dalam menghadapi kesulitan yang terjadi pasca bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun