Mohon tunggu...
Jeremy Suhendra
Jeremy Suhendra Mohon Tunggu... Kolese Kanisius

bosen…

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cerita Sang Niskala

17 Agustus 2025   22:53 Diperbarui: 28 Agustus 2025   13:32 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menari dengan Bayangan (Sumber: Lirikaz 09)

Tidak semua yang terlihat adalah segalanya. Ada dimensi lain yang bekerja diam-diam, tetapi justru menentukan arah hidup manusia.

Hidup manusia sering kali digambarkan dalam batas yang nyata dan terukur. Kita tumbuh dalam dunia yang penuh angka: nilai rapor, gaji, peringkat, atau pencapaian yang bisa diperlihatkan kepada orang lain. Semua itu adalah wajah kehidupan yang kasatmata, dunia sekala. Namun, apakah kehidupan hanya berhenti di sana?

Dalam tradisi Nusantara, terdapat konsep lain yang lebih halus, niskala. Kata ini berasal dari bahasa Sanskerta dan merujuk pada sesuatu yang tak berwujud, tak terlihat, dan tak terjangkau oleh pancaindra. Ia bukan sekadar istilah mistis, melainkan cara pandang yang mengingatkan manusia bahwa tidak semua hal bisa diukur dengan mata atau logika, bahkan dengan kecanggihan teknologi modern sekalipun.

Dalam kebudayaan Bali, kehidupan dipercaya berjalan seimbang antara sekala (yang nyata) dan niskala (yang tak kasatmata). Upacara adat, misalnya, bukan hanya perayaan lahiriah, tetapi juga komunikasi dengan ranah niskala, sebuah dunia yang diyakini memberi keseimbangan dan kekuatan. Dari praktik inilah kita belajar bahwa hidup tidak semata ditentukan oleh kerja keras yang tampak, tetapi juga oleh daya tak kasatmata yang menyertainya dan sering kali justru lebih menentukan.

Niskala Modern

Bayangkan seorang pelajar yang tengah menghadapi ujian. Di sekala, ia terlihat belajar hingga larut malam, membuka buku, dan menghafal rumus. Namun, di niskala, ada doa orang tua yang lirih, ada keyakinan batin yang menenangkan, ada harapan sahabat yang memberi semangat. Semua itu tidak tercatat dalam lembar nilai, tetapi justru menjadi fondasi keberhasilan yang sesungguhnya.

Seorang dokter mengandalkan ilmu medis, tetapi kata-kata penguatan, empati, dan doa dari keluarga pasien sering kali menjadi bagian dari niskala yang mempercepat kesembuhan. Begitu pula dalam dunia kerja, keterampilan teknis memang penting, tetapi dukungan moral, rasa percaya, dan solidaritas tim sering kali menjadi faktor tersembunyi yang menentukan keberhasilan bersama. Justru dalam ruang tak kasatmata inilah manusia menemukan energi kolektif yang menguatkan.

Niskala bahkan hadir dalam hal-hal sederhana. Senyum tulus dari orang asing yang membuat hati hangat, pelukan yang memberi rasa aman, atau doa yang dipanjatkan diam-diam. Semua itu tidak tercatat dalam data, tetapi nyata dalam dampaknya yang kadang lebih dalam daripada sekadar angka di atas kertas.

Semua itu tidak tercatat dalam data, tetapi nyata dalam dampaknya yang kadang lebih dalam daripada sekadar angka di atas kertas.

Selain menopang kehidupan, niskala juga hadir sebagai sumber inspirasi. Seniman, penyair, dan penulis kerap menemukan ide dari hal-hal yang tak kasatmata. Langit malam yang hening, hembusan angin yang lembut, atau cahaya bintang yang jauh namun memberi arah. Semua itu adalah simbol niskala, hadir sebagai misteri yang tak bisa sepenuhnya dijelaskan, tetapi selalu bisa dirasakan oleh hati yang peka.

Kesadaran akan niskala juga mengajarkan kerendahan hati. Kita tidak sepenuhnya berkuasa atas hidup ini, sebab ada kekuatan lain yang ikut menentukan arah. Dengan memahami niskala, kita lebih peka terhadap hal-hal kecil yang sering terabaikan, seperti senyum yang menenangkan, keheningan yang memberi jeda, atau keberanian untuk percaya pada sesuatu yang tak terlihat. Pengalaman ini membuat hidup terasa lebih utuh, karena tidak hanya berisi kerja keras, tetapi juga ketulusan batin.

Kita tidak sepenuhnya berkuasa atas hidup ini, sebab ada kekuatan lain yang ikut menentukan arah.

Mungkin, manusia sejatinya adalah makhluk ganda. Hidup dalam sekala yang terukur, tetapi juga ditopang oleh niskala yang tersembunyi. Dari sanalah kita belajar bahwa tidak semua hal harus terlihat untuk dipercaya, dan tidak semua hal harus diukur untuk memberi arti. Barangkali, justru di ruang niskala itulah kita menemukan jati diri, tempat keterbatasan manusia bertemu dengan keajaiban yang tak terucapkan, sekaligus sumber kekuatan yang membuat hidup tetap berarti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun