Mohon tunggu...
Jennifer Veronica Pricillia
Jennifer Veronica Pricillia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta

love peace

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Keistimewaan DIY: Implikasi Desentralisasi dalam Hubungan Budaya dan Modal Sosial Masyarakat

5 Desember 2023   19:21 Diperbarui: 5 Desember 2023   19:48 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Daerah Istimewa Yogyakarata atau disingkat (DIY) menjadi salah satu daerah otonomi khusus yang memiliki bentuk sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X dan Sri Paku Alam X. Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah otomon yang setingkat dengan provinsi. Ibukota dari Daerah Istimewa Yogyakarta berada di Kota Yogyakarta, letak Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu di bagian selatan Pulau Jawa yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Terdapat satu kota dan empat kabupaten di DIY, yaitu:

  • Kabupaten Sleman;
  • Kabupaten Gunung Kidul;
  • Kabupaten Kulon Progo;
  • Kabupaten Bantul;
  • Kota Yogyakarta.

Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan hak otonomi khusus karena memiliki latar belakang sejarah pada masa perebutan kemerdekaan Indonesia dan budaya serta kentalnya adat yang ada meliputi budaya bendawi atau dapat dilihat (tangible culture) maupun budaya yang berwujud sistem nilai (intangible culture). Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2012. Pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur mempertimbangkan keturunan dari Kasultanan dan keturunan kadipaten Pakualaman yang bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur, dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur, Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan Provinsi, hal inilah yang menjadi keunikan dan keistimewaan di DIY. Sejak awal berdirinya, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat untuk berkembangnya berbagai budaya yang memiliki kekhasan.

Keistimewaan DIY terutama pada bentuk pemerintahan yang merupakan penggabungan dari Kasultanan dan Pakualaman menjadi daerah setingkat provinsi yang bersifat kerajaan. Secara filosofis Kraton Yogyakarta merupakan percampuran dari tiga kebudayaan besar dunia, yakni Islam, Jawa, dan Hindu. Perpaduan antar ketiga kebudayaan tersebut melahirkan berbagai bentuk filosofi seperti Manunggaling Kawula lan Gusti, Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi dan juga konsep Mandala atau Kiblat Papat Kalima Pancer. Sumbu filosofi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi bagian tak terpisahkan dari konsep kosmologi Jawa, kehidupan dipandang sebagai wujud hubungan yang bersinergi antara dua sumber kekuatan yang diwujudkan oleh Laut Selatan dan Gunung Merapi yang menjadi sumbu imajiner Daerah Istimewa Yogyakarta. DIY yang sarat akan berbagai makna filosofis yang diatur secara mendalam hingga disebut sebagai City of Philosophy, wujud sumbu filosofis Kota Yogyakarta terhubung dari Panggung Krapyak--Kraton--Tugu Pal Putih.

Hubungan aktif yang dilakukan orang-orang meliputi kepercayaan, nilai-nilai bersama, saling pengertian (mutual understanding), dan nilai bersama yang mengikat anggota dalam jaringan manusia atau komunitas sehingga memungkinkan terjadi perilaku kooperatif. Modal sosial menjadi potensi yang berasal dari jaringan sosial yang terlembaga dan konsisten yang berbentuk pengakuan dan juga timbal balik yang memberi para anggotanya untuk berbagi dukungan yang kolektif. Bank Dunia menggunakan modal sosial untuk membangun ekonomi juga memprediksi masyarakat. Modal sosial berhubungan kuat dengan istilah "Civic Virtues" (kebajikan moral) antara individu dalam jaringan sosial serta norma resiprositas dan juga kepercayaan yang muncul. Interaksi menjadi hal penting ditambahkan oleh Hesselbaein, et.al. (dalam Ancok, 2003: 12), yang digunakan untuk memperkuat masyarakat.

Putnam (1993: 167) memperkuat bahwa modal sosial seperti jaringan kerja, trust (rasa saling percaya), dan norm (hubungan saling timbal balik) memudahkan terjadinya koordinasi dan kerja sama untuk saling merajut struktur sosial juga saling membantu. Modal sosial akan menghasilkan keuntungan dari Sumber Daya Manusia dan investasi fisik. Toleransi dan hubungan kerpercayaan diwujudkan dari jaringan sosial yang nyata sehingga akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sarat akan berbagai makna filosofis dan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi masyarakat Yogyakarta. Pemerintah DIY berkomitmen untuk melakukan perubahan birokrasi lewat budaya pemerintah SATRIYA yang berdasar pada nilai-nilaikebestarian lokal. Falsafah sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh dan semangat golong gilig menjadi tata nilai kehidupan bermasyarakat. Melalui nilai-nilai lokal yang ada membawa masyarakat Yogyakarta membentuk ciri khas tersendiri hingga menjadi modal sosial untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat.

Pergub No 72 Tahun 2018 tentang Budaya Pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur bahwa budaya pemerintah DIY tercerminkan dalam budaya SATRIYA, SATRIYA merupakan singkatan selaras, akal budi luhur-jati diri, teladan keteladanan Selaras, menyiratkan bahwa seseorang harus selalu menjaga keharmonisan dan kelestarian hubungannya dengan Tuhan, alam, dan orang lain. Indikator perilaku dari selaras adalah Taqwa berarti taat pada akhlak ajaran agama dengan menjaga dan mempertahankan alam untuk menunjukkan cinta terhadap lingkungan, menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal dan juga berpenampilan yang bersih dan menarik saat bekerja, serta membangun hubungan dengan keluarga, kolega, dan komunitas yang harmonis. 

Akal budi luhur-jatidiri, berarti rasa kemanusiaan muncul dari pengejawantahan keluhuran jati diri. Indikator perilakunya adalah mampu membedakan yang baik dan yang salah, menjaga moral (jujur dan dapat dipercaya), mematuhi hukum sosial dan agama, menjunjung tinggi moralitas, berkomunikasi dengan sopan dan terbuka untuk memberikan saran, dan juga mampu beradaptasi dengan baik. Teladan--keteladanan, menunjukkan bahwa lingkungan dapat memanfaatkannya sebagai contoh, panutan, atau keduanya, menjadi teladan adalah hal penting. Indikator perilaku menjadi seorang teladan adalah berperan secara adil dan arifb bijaksana dan juga menjadi pelopor kemajuan. Rela melayani, mengandung artian bagaimana masyarakat dapat puas dengan kinerja pemerintah dengan memberikan pelayanan terbainya. Indikator perilakunya adalah membangun kerjasama yang baik, menempatkan kepentingan masyarakat terlebih dahulu, dan juga menjaga kebutuhan masyarakat. Inovatif, pemerintah selalu melakukan inovasi positif untuk kemajuan baik individu maupun kelompok. Indikator perilaku yaitu selalu ingin belajar untuk mendapatkan pembaharuan, menciptakan inovasi baru, dan juga tidak egois. 

Yakin dan percaya diri, melaksanakan tanggung jawab dengan percaya diri dan keyakinan pada diri sendiri terkait yang dikerjakan menghasilkan suatu inovasi kemajuan. Indikator perilakunya adalah selalu jujur, mencoba banyak hal baru, memegang falsafah sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh. Ahli-profesional, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya harus memiliki komitmen, kompetensi, dan tanggung jawab. Indikator perilaku ahli adalah memiliki tanggung jawab tinggi, memiliki keahlian dan kecerdasan, disiplin, kreatif, dan mandiri serta visioner. Makna dari Satriya adalah ksatria yang mana watak ksatria berarti memegang teguh nilai nilai kebudayaan lokal DIY, yaitu filosofi hamemayu hayuning bawana ajaran moral: sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh serta golog gilig yang sesuai dengan semangat filosofi tata nilai budaya Yogyakarta. Tata kelola birokrasi pemerintah DIY diharapkan menjadi ahli yang profesional, inovatif, percaya diri dan yakin, serta rela melayani. Kreativitas, inisiatif, dan perasaan yang diinginkan orang untuk menjadi benar dan indah adalah yang menentukan budaya pada intinya.

Penduduk Yogyakarta menganggap budaya Jawa sebagai salah satu tolok ukur utama dalam kehidupan sosial baik internal maupun eksternal. Hal ini menandakan bahwa budaya tersebut berusaha membentuk masyarakat karta raharja, gemah ripah loh jinawi, masyarakat yang ayem, tenang, tertib, dan damai. Dengan kata lain, budaya ini akan menghasilkan kehidupan sosial yang tenang baik di dalam maupun di luar. Tiga kategori dapat digunakan untuk menyusun diferensiasi atau derivasi filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dalam kerangka peralatan, antara lain:

* Pertama, Rahayuning Bawana Kapurba Waskithaning Manungsa, yang memiliki pemahaman bahwa kebijaksanaan manusia akan menentukan keselamatan dunia dan juga kelestarian bagi alam.

* Kedua, Darmaning Satriya Mahanani Rahayuning Nagara, pemahaman bahwa ketentraman dan kesejahteraan negara merupakan wujud dari pengabdian ksatria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun