Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diplomasi Lingkungan, Pidato Jokowi yang Membanggakan Sekaligus Menyindir

23 April 2021   16:23 Diperbarui: 24 April 2021   16:47 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Indonesia Joko Widodo ketika menyampaikan pidatonya pada KTT Perubahan Iklim pada 22 April 2021 | Foto diambil dari PresidenRI.go.id

Dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada 22 April kemarin, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Leader Summit on Climate. Forum internasional yang diadakan secara virtual ini mengundang 40 pemimpin dunia, salah satunya adalah Presiden Indonesia Joko Widodo, guna membahas isu perubahan iklim dari masing-masing negara.

Indonesia yang secara historis menjadi penyumbang utama dalam perubahan iklim, dari deforestasi hingga pengunaan bahan bakar fosil, bukanlah tanpa sebab diundang di forum penting ini.

Membanggakan Indonesia sekaligus menyindir negara maju 

Dalam pidato (dapat diakses disini), Presiden Jokowi sukses dalam menunjukkan komitmen Indonesia dengan berbagai pencapaian membanggakan sekaligus menyindir negara-negara lain. Presiden Jokowi juga menyampaikan tiga pemikirannya mengenai isu perubahan iklim. 

Yang pertama, Presiden Jokowi menyatakan keseriusannya dalam mengendalikan perubahan iklim sekaligus mengajak dunia untuk melakukan aksi-aksi nyata. Penghentian konversi hutan alam dan lahan gambut juga mencapai 66 juta hektar dengan penurunan kebakaran hutan 82%. Indonesia pun menerapkan leading by example, bagaimana laju deforestasi Indonesia berada di angka terendah dalam 20 tahun terakhir.

Kedua dan menurut penulis paling menusuk, bagaimana Presiden Jokowi menyatakan jika negara maju menunjukkan komitmen yang kredibel dan memberikan dukungan yang riil, sudah pasti negara-negara berkembang akan melakukan komitmen serupa juga. 

Ia juga menambahkan perihal sejumlah negara yang kerap menerapkan hambatan ekonomi dan bersembunyi dibalik alasan isu lingkungan. Menurut penulis, ini menjadi sindiran khususnya untuk Uni Eropa serta negara lain yang menolak produk kelapa sawit Indonesia namun membutuhkan eskpor biji nikel Indonesia.  

Yang ketiga, Presiden Jokowi menyatakan bahwa untuk mencapai target Persetujuan Paris (persetujuan mengenai reduksi emisi karbon dioksida), dibutuhkan kemitraan global yang kuat. Contoh pun diberikan rencana Indonesia untuk menjadi net zero emission dengan membangun Green Industrial Park seluas 12.500 hektar di Kalimantan Utara dan rehabilitasi hutan bakau seluas 62.000 hektar.

Selain Indonesia, pemimpin dunia lainnya juga menyampaikan perjanjian akan target penurunan emisi karbon. Negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Korea Selatan meningkatkan target mereka dua kali lipat untuk menunjukkan komitmennya. 

Southeast Asia Haze pada tahun 2013 di Kuala Lumpur | Foto diambil dari BBC
Southeast Asia Haze pada tahun 2013 di Kuala Lumpur | Foto diambil dari BBC

Apa itu diplomasi lingkungan? 

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pengendalian perubahan iklim termasuk kedalam kepentingan nasional Indonesia. Meraih kepentingan nasional tersebut, Indonesia menerapkan Environmental Diplomacy atau Diplomasi Lingkungan yang juga disebut Eco-Diplomacy. 

Hal ini dapat kita lihat dengan keikutsertaan Indonesia yang menyepakati perjanjian serta mengikuti berbagai konvensi yang membahas isu lingkungan global, seperti Perjanjian Paris atau KTT yang Presiden Jokowi ikuti kemarin.

Diplomasi lingkungan diartikan oleh Simone Borg sebagai keahlian dalam menangani persoalan-persoalan lingkungan hidup yang memiliki dampak dalam lingkup internasional.

Diplomasi lingkungan termasuk dalam jenis soft-diplomacy baru yang berangkat dari meningkatnya pengaruh persoalan lingkungan hidup terhadap persoalan politik internasional sekarang. Diplomasi lingkungan sangatlah penting, melihat bagaimana beberapa masalah lingkungan hidup harus diselesaikan lintas batas negara.

Diplomasi lingkungan juga marak dilakukan akhir-akhir ini seiringan dengan semakin mengancamnya perubahan iklim. Bagaikan sebuah perlombaan dimana negara-negara membangun reputasi internasional negaranya sebagai negara yang ramah lingkungan.

Salah satu contoh kasus akan pentingnya diplomasi lingkungan terjadi di Indonesia. Pada tahun 2006, 2013 dan 2015, kebakaran hutan di berbagai provinsi di Indonesia berkembang dan menyebabkan polusi kabut asap hingga ke luar negeri. 

Disebut dengan Southeast Asian Haze, kabut asap yang berasal dari Indonesia ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan juga kesehatan masyarakat di Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, Kamboja hingga Vietnam.

Kita dapat melihat, bagaimana permasalahan lingkungan nasional yang tidak terkendali berkembang menjadi permasalahan internasional. Disebabkan oleh rangkaian kejadian tersebut, Indonesia pun dikucilkan karena kegagalannya dalam mengatasi efek karhutla. Belajar dari pengalaman, Presiden Jokowi pun mulai menggalakan berbagai kebijakan agar kejadian serupa yang merugikan Indonesia di mata internasional ini terulang lagi.

Untuk kebaikan dan keselamatan Bumi 

Walaupun Indonesia memiliki masa lalu yang buruk dalam mengatasi permasalahan lingkungan, kita sekarang dapat melihat kemajuan berkelanjutan Indonesia ditengah-tengah negara lain yang justru komitmennya terus merosot. Salah satunya adalah Brazil dimana angka deforestasi yang melonjak, tertinggi sejak tahun 2008 dengan 2,7 juta hektar dibawah kepemimpinan Presiden Brazil Jair Bolsonaro yang dikenal menoleransi deforestasi.  

Pada tahun 2019-2020, Indonesia berhasil menurunkan deforestasi 75,03% dimana pada tahun sebelumnya deforestasi terjadi sebesar 462.460 hektar menjadi 115.459 hektar. Penurunan yang drastis, namun perjalanan Indonesia masih panjang melihat bagaimana 115 ribu hektar hutan tersebut berukuran hampir 2 kali Jakarta.

Keberhasilan Indonesia pun membuahkan hasil dengan menarik pendanaan dari luar negeri, dari The Green Climate Fund sebesar 1,511 trilliun rupiah, dari Bank Dunia sebanyak 1,598 trilliun rupiah dan dari Norwegia sebesar 813 milliar rupiah. Pengalaman dan visi Indonesia juga diharapkan menjadi contoh untuk negara lain.  

Mantan Duta Besar Amerika Serikat Robert Blake membagikan opininya dalam sebuah artikel The Jakarta Post yang sangat menarik dengan judul "Indonesia leads the world on reducing deforestation". Ia menyatakan bagaimana upaya bantuan dari negara maju untuk mendukung perlindungan lingkungan Indonesia bukan hanya baik untuk Indonesia, namun juga untuk kebaikan dan keselamatan Bumi.

**

Indonesia telah menujukkan komitmennya dalam mengendalikan perubahan iklim dimana salah satunya dapat dilihat dari menurunnya angka deforestasi dan rencana reduksi emisi karbon dioksida. Walaupun begitu, perjalanan Indonesia masihlah sangat panjang jika kita melihat permasalahan lingkungan lainnya, salah satunya adalah pengunaan sumber tenaga listrik yang tidak ramah lingkungan.

Selamat memperingati Hari Bumi 2021. 

Sumber: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun