Pertanyaan-pertanyaan itu bergema, tapi tak pernah saya tanyakan langsung. Sebab, mungkin jawabannya akan lebih pahit dari kacang goreng yang ia jual. Atau lebih rapuh dari keripik pisang yang ia gelar.
Namun satu hal yang pasti, ia tidak mengeluh. Tidak merengek, tidak menyalahkan hidup. Ia hanya datang setiap pagi, seolah ingin mengajarkan bahwa rezeki bukan hanya soal jumlah, tapi soal ketulusan dalam menjemputnya.
Dan mungkin, justru karena anak-cucu tak ada di sisinya, ia memilih untuk tetap berjalan, tetap hadir di pasar ini. Agar dunia tahu, bahwa cinta seorang nenek tak selalu ditunjukkan lewat pelukan, tapi lewat sebakul kangkung yang ia  jajakan dengan sepenuh hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI