Mohon tunggu...
Jemie Simatupang
Jemie Simatupang Mohon Tunggu... Administrasi - Tuhan Bersama Orang-orang Yang Membaca

Pedagang Buku Bekas dari Medan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sya...la...la... Ini Judulku, Sya...la...la... Mana Judulmu

6 Maret 2011   12:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_93555" align="alignleft" width="389" caption="Barangkali kita tak perlu membubuhkan judul kalau sekedar membuat gravity di pavingblock (sumber:pandasurya.wordpress.com)"][/caption]

12986785511663108430
12986785511663108430
Iwan Simatupang terkenal dengan semisal: “Merahnya Merah”, “Hitamnya Hitam” sehingga kalau kemudian kita membuat “Hijaunya hijau” bisa-bisa dibilang orang: ke-IwanSimatupang-an.

12986790101157754806
12986790101157754806
Oleh JEMIE SIMATUPANG Membuat—terkadang lebih tepat dikatan sebagai: menentukan—judul adalah salah satu proses yang dilalui penulis ketika membuat sebuah tulisan. Harus. Walaupun beberapa penulis “pemberontak” terkadang sekali-kali tak melakukannya. Chairil Anwar, sastrawan yang ingin hidup 1000 tahun lagi itu, misalnya, kerap tak membubuhkan judul pada sajak-sajaknya. Akibatnya,—karena tulisan mainstream memang butuh judul—pada waktu diterbitkan, Sang Editor yang kemudian kebagian tugas membuat (pengganti) judul dari bait pertama puisinya. Mengapa (harus) pakai judul? Saya kira pertanyaan itu sama dengan: mengapa manusia pakai nama? Salah satunya tentu agar gampang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia lain. Antara Jemie dengan Cok Kompas ataupun Mat Tanduk. Lah, ketika ada dua orang bernama sama saja, kita bisa bingung—keliru—konon lagi kalau semua orang menjadi sama: tak bernama. Bisa jadi mencari alamat satu orang memakan waktu setahun—kalau tak mau dibilang 100 tahun. Saya pikir begitu juga judul tulisan, supaya kita gampang—terutama—membedakan antara satu tulisan (ataupun buku) dengan tulisan (buku) lain. Membedakan “Bumi Manusia”-nya Pramoedya A. Toer dengan “Ibunda”-nya Maxim Gorky. Antara “Jalan Tak Ada Ujung”-nya Mochtar Lubis dengan “Madilog”-nya Tan Malaka. Kalau tidak, kita harus periksa itu buku satu persatu, baru bisa tentukan: “Akh, ini dia bukunya!” Selain itu judul biasanya menggambarkan isi dari tulisan. Kalau judulnya “Cara membuat kopi tubruk” udah bisa dikira-kira kalau isi tulisannya bagaimana proses membuat secangkir kopi tubruk yang nikmat disantap saat sore hari. Apa lagi pakai gorengan. Ditemana orang tercinta, loh kok jadi ceritain kopi. Balik ke pembicaraan. Kalau isinya kemudian cara membuat teh, apalagi isinya: tamasya ke Berastagi, jelas-jelas judulnya keliru, mengecoh—entah disengaja ataupun tidak. Tiap orang (boleh baca: penulis) punya gaya atau yang latah kita bilang: style dalam membuat judul. Kalau tidak, barangkali dia belum menemukannya. (Saya, bisa jadi termasuk yang terakhir ini). Dengan begitu kemudian kita langsung bisa mimindai ini tulisan siapa. Kalau terbaca judul: “Komunis”, “Bohong”, “PKI”, “Polemik”, dan lain-lain—yang satu kata—yang biasa membaca Tempo akan langsung teringat pada Goenawan Mohamad (GM). Banyak juga penulis lain yang suka bikin judul satu kata, Alm. Mahbub Djunaidi, misalnya, tapi GM lebih populer dengan judul satu katanya itu. Iwan Simatupang terkenal dengan semisal: “Merahnya Merah”, “Hitamnya Hitam” sehingga kalau kemudian kita membuat “Hijaunya hijau” bisa-bisa dibilang orang: ke-IwanSimatupang-an. Sedang Tan Malaka biasanya menggunakan singkatan. Ia sendiri mengatakannya sebagai: jembatan keledai. “Madilog” misalnya, yang merupakai jembatan keledai dari “Materialisme, Dialektika, dan Logika”, “Gerpolek” yang merupakan singkatan “Gerakan Politik dan Ekonomi”. Tan Malaka konon melakukan ini agar orang—terutama pihak kolonial—terkecoh dengan apa yang ditulisnya. Karena tulisan Tan Malaka kerap menjadi korban vandalisme. Alasan lain, konon agar gampang diingat, terlebih Tan Malaka menulis buku dengan modal ingatan semua, karena ia sangat jarang mendapat kesempatan membuka buku dengan aman. Pramoeya A Toer, Rendra, Soekarno, Hatta, dan lain-lain penulis-penulis itu kalau diperhatikan mestilah punya cara khas dalam membubuhi judul pada tulisannya. Wahyu Wibowo, dalam Berani Menulis Artikel (Gramedia: 2006),  menyatakan beberapa pertimbangan membuat judul adalah: (1) singkat, padat, kreatif, dan sebisa mungkin berkonotasi positif, (2) mencerminkan topik tulisan dan mudah diingat, (3) mudah dibaca dan diucapkan (4) tidak kemaruk dengan penggunaan bahasa asing (5) dapat diterima umum dan (6) berbentuk frase, bukan kalimat. Saya sendiri, karena memang belum punya gaya tersendiri, masih suka mengikut-ikut gaya orang. Twitternya: cuma follower, hahaha.... Belajar dari cara orang membuat judul, maka beberapa trik yang sering saya gunakan dalam menentukan judul adalah membuat judul dari kiasan (ataupun memplesetkan) judul-judul tulisan (buku) yang sudah terkenal, misalnya ketika membuat judul “Penegakan HAM: Jalan Tak Ada Ujung” (pernah dimuat di harian Analisa). Asosiasi orang pasti langsung ke novelnya Mochtar Lubis yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung. Ya, Mochtar Lubis dipinjam karena memang penegakan HAM di Indonesia—bahkan dunia—tak akan menemukan titik akhir, terus dan terus ... Yang lain boleh dicoba “Di Bawah Bendera Amerika” misalnya kalau kita mau menulis betapa hebatnya Amerika menghegemoni negara-negara lain, semisal Indonesia. Judul itu merupakan plesetan dari Soekarno: “Di Bawah Bendera Revolusi”. Pada catatan ini misalnya, saya menggunakan tekhnik plesetan dari lirik lagu “Bintangku Bintangmu” yang pernah dipopulerkan Heidy Diana. Tips yang lain menggunakan tanda (...) pada tulisan. Entah siapa yang memulai, tapi sas-sus yang saya dengar adalah Majalah Tempo. Menggunakan model ini, maka kita mesti kreatif memenggal-menggal kata yang akan dijadikan judul, agar menarik di baca, dan memeliki arti lain. Contohnya: “Susu Formula (Tak) Berbakteri”, isi tulisan mestilah tentang susu formula apakah berbakteri ataupun tak berbakteri. Yang lain misalnya—dan ini beberapa hari yang lalu saya lihat di halaman opini kompas—“Membina(sakan) PSSI”. Pasti kita langsung tergelitik melihat judul ini, isinya memang antara membina ataupun membinasakan PSSI. Saya sendiri pernah memakai judul “Anar(ki)(s)(me) yang disalahartikan” (di muat di Harian Analisa), isinya tentang kata anarki, anarkis, dan anarkisme yang sering salah digunakan oleh media. Diartikan sebagai kekerasan, kebrutalan, dlsb. Kebetulan waktu itu terjadi demonstrasi massa dari pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli yang akhirnya menewaskan ketua DPRD Sumatera Utara. Koran-koran bilang itu akiba demo anarkis. Saya kemudian menulis “Anar(ki)(s)(me) ...” dan menggunakan aksi massa itu sebagai pijakan, apakah itu demo (kaum) anarkis atau bukan. Terakhir, yang sering saya tiru adalah membuat judul dengan tiga potongan kata. Maksud saya judul-judul seperti: “Pajak, Film, dan Hantu” ataupun “Dokter, Obat, dan Orang Miskin” dan lain-lain. Saya pikir di kompasiana, saya banyak menggunakan judul format ini. Isinya kemudian menerangkan hubungan antara kata-kata itu. Apa hubungan pajak, film, dan hantu ataupun kemudia apa garis singgung antara dokter, obat, dan orang miskin. *** Banyak juga orang bilang judul tak penting. Saya sendiri kadang ingin ikut-ikutan juga bilang tak penting, biar macam Chairil Anwar, berontak, karena ia sangat sadar kalau “... dari kumpulannya terbuang”. Bisa dilakukan, kalau kita cuma membuat catatan harian di buku, lah ketika dia dipindahkan ke kompasiana, balik dia harus pakai judul. Ketika dipaksakan, mempublis tulisan tanpa judul, programnya bilang: Gagal menyimpan data. Silahkan lengkapi Title (baca: judul) pada isian di bawah ini. Bah! Tak jadi awak mau hidup 100 tahun lagi. [] JEMIE SIMATUPANG kompasianer asal Medan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun