Wajah adalah anggota tubuh manusia yang paling menonjol. Selalu terlihat lebih dulu karena wajah bisa mengekspresikan isi hati pemiliknya. Banyak perhatian diberikan untuk wajah, mulai dari kosmetik, topeng hingga operasi bergantung kepentingan pemiliknya.
Prasetyo Gow, buronan selama 15 tahun karena  kasus 'mengangkat atau memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH)', dan saat Tim Kejagung mengamankannya  di  Apartemen The Royal Spring Hill Residence, Kemayoran, Jakarta Utara,  Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer mengatakan, Prasetyo Gow melakukan operasi plastik mengubah hidungnya dan bentuk rahangnya.
Atau salah satu pesohor negeri, Lucinta Luna yang begitu heroik mengubah total, wajah dan pita suaranya agar " lebih baik" dari sebelumnya. Bukan soal operasinya, tapi wajah adalah modal.
Dan, beberapa hari lalu beredar video Ketua DPP PDI Perjuangan atau PDIP, Puan Maharani, tengah membagi-bagikan kaos kepada warga di tengah keramaian. Menjadi viral di media sosial, karena putri dari Ketua Umum PDIP ini  membagikan kaos kepada warga dengan cara dilempar dan ekspresi wajah cemberut.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan hal itu lantaran pengawal pribadinya yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Seharusnya yang membagikan adalah elit parpol. Tapi benarkah demikian?
Tak bisa dipungkiri, sudah menjadi budaya bagi siapapun di Indonesia yang mencalonkan diri sebagai pemimpin, dalam salah satu kegiatan kampanyenya selalu menyertakan kegiatan bagi-bagi. Alasannya bagi-bagi kebahagiaan. Tapi sudah bukan rahasia lagi itulah madu pemikat agar rakyat melihat siapa calon pemimpinnya.
Inilah yang dikatakan bahwa demokrasi itu mahal, pemilihan pemimpin bukan berdasarkan kenal dan paham pribadi siapa dirinya, terkadang, si calon berdomisili di ibukota daerah pemilihannya di daerah. Sehingga butuh baliho, pamflet, flyer, dan lain sebagainya untuk memasang foto agar dikenal. Tentu dengan penampilan wajah berseri, full edit dan Islami ( jika Muslim).
Untuk kegiatan ini saja berapa biaya yang harus dikeluarkan? Belum untuk tim sukses, kampanye media dan lain sebagainya. Pendek kata, kalau hanya punya uang puluhan juta rupiah dan tidak bisa melobi investor berkantong tebal lebih baik mundur saja.
Sekarang era kapitalisme, bagaimana sistem ini telah berhasil membina pemimpin dengan mindset bisnis, kalau tidak membawa keuntungan materi maka tidak akan dilakukan, akhirnya rakyat pun meniru. Siapa yang paling besar suapnya, itulah yang dipilih. Maka, harap maklum,  ketika  selesai pemungutan suara, dan para caleg itu gagal mereka meminta kembali karpet yang disumbangkan ke masjid, kambing yang dibagikan kepada warga bahkan janji pavingisasi jalan utama perumahan batal. Rakyat pun demikian.  Siapa yang " buah tangannya" paling besar, banyak itulah yang dipilih.
Soal kapable sebagai pemimpin atau tidak itu urusan belakangan. Toh, setiap lima tahun sekali bisa pilih baru. Artinya bisa dapat merchandise baru sebagai koleksi. Ya, rakyat yang pragmatis di belakangnya pasti ada penguasa yang dramatis alias pencitraan saja.
Padahal, kepemimpinan jika kita pelajari dalam agama Islam adalah amanah. Pertanggungjawabannya berat di akhirat kelak. Rasululla Saw bersabda,"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (Riwayat Muslim).