Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merdeka? Sepertinya Belum

17 Agustus 2023   22:52 Diperbarui: 17 Agustus 2023   23:07 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemerdekaan, foto: pinterest/id.pngtree.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutarakan keresahannya bahwa menjadi orang nomor satu di Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Ia kerap kali diremehkan dan menerima banyak cacian dari publik. Curhatan itu disampaikan sidang tahunan MPR di ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu 16 Agustus 2023.

"Posisi presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan ada tanggung jawab besar, banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan," katanya. Media sosial menjadi ajang kebebasan berpendapat, siapa pun yang ingin mengutarakan isi pikirannya dapat dengan mudah memanfaatkannya. Selain itu, Jokowi tahu bahwa dirinya kerap menjadi sasaran ujaran kebencian, kemarahan rakyat, fitnah, dan caci maki. Meski begitu, ia tidak mempermasalahkan dan menerimanya (pikiranrakyat.com, 17/8/2023). 

"Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, ndak tahu apa-apa, tolol, Firaun. Ya tidak apa-apa sebagai pribadi saya menerima saja," ujarnya. Namun yang membuatnya sedih dan kecewa adalah adanya kebebasan berpendapat malah seperti menghilangkan kesantunan dan budi pekerti luhur yang dianut bangsa. Jokowi menilai kondisi tersebut sebagai polusi budaya yang berpengaruh terhadap moralitas bangsa.

"Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah," ucap Jokowi. Padahal demi menjalankan Indonesia emas 2045, masyarakat perlu dengan tegas membangkitkan kesadaran nurani bangsa untuk menjaga moralitas ruang publik dan menjaga mentalitas. Tujuannya, untuk mengubah transformasi bangsa menuju bangsa yang bermartabat.

Sistem Politik Demokrasi  Akar Persoalan


Negara adalah sebuah institusi terbesar yang fungsinya mengatur urusan rakyat secara merata dan berkualitas. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,"Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya." [Hr. Bukhari dan Muslim]. 

Laksana perisai, maka negara adalah satu-satunya yang berkewajiban menjaga rakyatnya dari segala mara bahaya. Tak cukup menyediakan sandang, pangan dan papan yang murah dan terjangkau namun juga menjamin pendidikan, kesehatan dan keamanan, untuk rakyatnya baik miskin maupun kaya. Baik muslim maupun non muslim. Daerah perkotaan maupun pedesaan hingga pikiran.

Untuk itu secara otomatis membutuhkan seorang pemimpin yang tak hanya takwa kepada Allah SWT namun juga yang memilih hanya menjalankan syariat Islam. Pemimpin ini tak mungkin lahir dari sistem yang diterapkan hari ini. Terlebih dengan mengusung tujuan negara adalah untuk mengubah transformasi bangsa menuju bangsa yang bermartabat.

Tujuan itu tak akan tercapai selama tata aturan yang diterapkan sekular. Kapitalis dan demokrasi dasarnya adalah pemisahan agama dari kehidupan, dimana seseorang boleh memiliki kehendak pribadi seperti beragama, namun diranah sosial agama apapun tak berlaku. Hal ini berakibat fatal, apalagi jika bukan kesedihan bahkan azab akan menimpa siapa saja yang mengiyakan dirinya sebagai tuhan tandingan . Mengeluarkan akidah kaum muslim adalah salah satu cara menghilangkan pengaruhnya. Dan bebas menjajah negeri yang kaya Sumber Daya Alam (SDA). 

Islam menjawab tantangan ketidak adilan hari ini, terlebih teladan para pemimpin dalam Islam sudah sangatlah mashyur. Sebut saja Ali bin Abi Thalib, Sa'ad Bin Wakash, Abdurahman bin Auf, Thariq bin Ziyad,  mereka jelas tak lahir biasa-biasanya, melainkan terus menerus ditempa dengan belajar Islam, membersihkan akidah yang bercampur dengan jahiliyah dan lainnya. Sehingga lahirlah sosok baru yang memiliki visi misi akhirat. Pola sikap dan pola pikirnya sangatlah khas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun