BPJS Kesehatan punya pimpinan baru, Ali Ghufron resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Direktur Utama BPJS Kesehatan masa jabatan 2021-2026. Ali memastikan jika direksi yang baru akan fokus pada peningkatan kualitas layanan BPJS Kesehatan.Apakah itu artinya BPJS Kesehatan akan menjadi milik rakyat seutuhnya? Ternyata yang dimaksud peningkatan kualitas pelayanan adalah pertama, ada inovasi teknologi interface sistem informasi untuk mempersingkat customer journey (antrean peserta diperpendek). Kedua meningkatkan kepesertaan dengan meningkatkan rasa kepemilikan atau keterlibatan semua pihak terkait dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), berbagai pihak yang dimaksud adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi terkait, pengamat hingga perguruan tinggi.
Ketiga, meningkatkan keberlanjutan sistem jaminan kesehatan dengan dana yang cukup. Ketika berita surplus Rp 18 triliun sebenarnya masih ada defisit Rp 7 triliun. Ini perlu pengelolaan lebih baik, bagaimana caranya? Inilah yang kemudian penulis ambil sebagai judul, sebab memperoleh dana lebih baik yang dimaksud adalah masih dengan skema yang sama yaitu iuran premi peserta BPJS, entah dengan dinaikkan entah dengan pengurangan obyek yang akan dibiayai oleh BPJS.
Jadi, akankah BPJS menjadi milik rakyat seutuhnya? Tidak, ia tetap akan menjadi pihak ketiga yang diminta oleh negara menjadi penyelenggara kesehatan yang sah oleh UU jaminan kesehatan. Prinsip gotong royong masih dijunjung tinggi, padahal inilah bentuk pengabaian kewajiban negara.
Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat menjadi kewajiban negara dalam memenuhinya. Jika tidak, maka negara dianggap lalai. Kelalaian ini akan membawa dampak serius bagi aspek yang lainnya. Dimana faktanya rakyat tidak hanya diwajibkan membayar iuran premi, meskipun mungkin yang dibayar adalah kelas dengan tarif terendah, namun kebutuhan yang lainpun masih minta dipenuhi, seperti kebutuhan pokok, rumah, air, listrik, uang sekolah, biaya daring dan lain-lain.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, pada Maret 2020, secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga  adalah sebesar Rp 2,1 juta per bulan," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu (liputan6.com, 15/7/2020).
Garis kemiskinan per rumah tangga merupakan gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga. Besaran nilai rata-rata rupiah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga agar tidakdikategorikan miskin.
Data itu diambil pada awal pandemi, bagaimana dengan hari ini dimana pandemi sudah berjalan setahun dan belum ada tanda-tanda perbaikan? Tentu tanggungan setiap keluarga akan semakin besar karena banyaknya kepala keluarga yang di PHK atau efisiensi dengan WFH 50 separo-separo.
Maka, kita hanya bisa berharap adanya perubahan dimana pelayanan kesehatan benar-benar menjadi milik rakyat, tanpa pandang bulu dan semua ditangani dengan pelayanan nomor satu. Hal itu hanya ada dalam sistem pengaturan Islam. Kombinasi antara kepemimpinan yang bertakwa dengan sistem keuangan Baitul Mal, yang semuanya berkonsekuensi dunia akhirat, maka beranikah mereka main-main dalam menjamin kesejahteraan rakyat? Wallahu a'lam bish showab.