Mohon tunggu...
Jelajahpedia
Jelajahpedia Mohon Tunggu... Mijelajah Tour Consultant

Teman jelajah yang menghadirkan cerita travel, kuliner, dan budaya dengan bahasa hangat nan orisinil, mengundang Anda untuk menapaki langkah, mencicip rasa, dan menyelami kisah di balik setiap destinasi—sebab kami percaya, hidup terlalu singkat untuk menua tanpa cerita.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Pacitan Diguyur Dana Rp 100 Miliar dan Resmi Naik Kelas, Tapi Siapkah?

24 September 2025   23:43 Diperbarui: 24 September 2025   23:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hotel Bintang Empat yang Dibangun Tancrop di Pacitan Jawa Timur (Sumber://Pixaby_teadrinker)

Akhirnya, mimpi panjang Pacitan untuk punya hotel berbintang tidak lagi sekadar candaan meja warung kopi. 

Tan Corporation (Tancorp) resmi menurunkan kucuran dana jumbo lebih dari Rp100 miliar, untuk menghadirkan hotel bintang empat pertama di kota kecil yang selama ini lebih dikenal dengan sebutan kota seribu goa sekaligus tanah kelahiran Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

Lokasinya pun strategis sekaligus simbolis, yaitu tepat di Ploso, berhadapan langsung dengan Museum dan Galeri Seni SBY*ANI. Dari sisi branding, seakan ingin menegaskan bahwa Pacitan bukan lagi halaman belakang Jawa Timur, tapi ruang tamu yang pantas dipamerkan.

Groundbreaking dijadwalkan Desember mendatang. Dan dalam gaya khas Pacitan yang penuh tata krama, desain hotel ini bahkan dikonsultasikan langsung kepada SBY selaku pemilik lahan. Bayangkan, sebuah hotel dengan restu presiden.

Itu bukan sekadar hotel, tapi monumen gengsi, prasasti ekonomi, sekaligus simbol bahwa Pacitan siap melangkah ke panggung wisata kelas dunia, setidaknya di brosur promosi.

Menurut Kepala DPMPTSP Pacitan, Andy Faliandra, hotel ini bukan cuma bangunan dengan pendingin ruangan dan ranjang empuk.

Ia adalah mesin ekonomi yang disebut-sebut bakal menciptakan multiplier effect, yang diharapkan dapat meningkatnya jumlah wisatawan, fasilitas bisnis yang lebih representatif, hingga terbukanya lapangan kerja baru.

Mulai dari resepsionis multibahasa, barista dengan latte art berbentuk Pantai Klayar, sampai manajer event yang mampu menjual eksotisme lokal ke korporasi internasional.

Kedengarannya indah, nyaris sempurna. Tapi mari kita bertanya, siapkah Pacitan dengan wajah barunya? Sebab, membangun hotel berbintang itu mudah, tapi membangun SDM yang mumpuni adalah cerita lain.

Apakah tenaga kerja lokal benar-benar siap bersaing dengan standar hospitality internasional? Atau jangan-jangan, resepsionis hotel nanti masih bingung membedakan 'check-in' dengan 'cek-in?

Apakah barista lokal mampu membuat turis asing terpesona dengan latte art Pantai Klayar, atau justru menuangkan kopi sachet dengan gaya kaku ala warung pojokan?

Satirenya, jangan sampai hotel bintang empat ini justru jadi magnet pekerja luar daerah, sementara warga lokal hanya kebagian jadi tukang parkir atau cleaning service bayangan.

Pacitan boleh saja menjual diri sebagai destinasi premium, tapi turis datang bukan hanya untuk melihat beton mengilap dan lobby beraroma bunga impor. Mereka datang untuk pengalaman.

Dan pengalaman itu diciptakan oleh manusia. Senyum hangat, pelayanan cekatan, narasi budaya yang otentik. Jika masyarakat lokal tidak dipersiapkan dengan keterampilan yang layak, jangan kaget kalau turis akhirnya lebih betah menginap semalam saja lalu kabur ke Jogja atau Bali.

Belum lagi, ekosistem pariwisata Pacitan masih jauh dari kata matang. Jalan menuju pantai kerap berubah jadi arena off-road setiap musim hujan. Promosi masih lebih banyak mengandalkan nostalgia politik ketimbang strategi digital.

Dan ironi terbesarnya adalah alam yang seharusnya jadi kartu truf sering dikompromikan dengan tambang yang rakus. Hotel mewah tidak akan berarti banyak kalau pemandangan di luar jendelanya hanya menyajikan bukit terkikis dan sungai keruh.

Singkatnya, hotel Rp 100 miliar ini bisa jadi dua hal; Pertama, katalisator emas yang mengangkat Pacitan dari hidden gem menjadi bright star Jawa Timur; Kedua, monumen gengsi yang megah di atas kertas tapi getir di kenyataan.

Ya, lagi-lagi kita masih berkelindan dengan masalah ini, yang notabene menjadi simbol betapa kita pandai membangun gedung, tapi gagap membangun manusia.

Pada akhirnya, pertanyaan yang harus dijawab Pacitan sederhana, apakah benar-benar siap menjadi tuan rumah megah yang disegani wisatawan dunia, atau justru puas menjadi calo murahan di pintu gerbang hotel bintang empat yang berdiri gagah, namun dikelilingi SDM yang masih bingung membedakan service excellent dengan sekadar senyum basa-basi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun