Sore yang teduh di Jalan Kertanegara, Jakarta, menghadirkan peristiwa politik yang menyita perhatian publik. Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan mantan Presiden Joko Widodo. Pertemuan itu berlangsung dua jam, tertutup, tanpa banyak protokol resmi. Namun, justru di balik kesederhanaannya, momen ini sarat makna. Ia bukan hanya pertemuan dua tokoh, melainkan sinyal penting bahwa politik Indonesia telah melampaui rivalitas lama menuju persatuan demi bangsa.
Dari Rivalitas ke Persahabatan Politik
Tidak ada yang melupakan bagaimana Jokowi dan Prabowo pernah bersaing keras. Dua kali berhadap-hadapan dalam Pilpres 2014 dan 2019, perbedaan keduanya sempat memecah belah masyarakat. Namun politik adalah seni rekonsiliasi. Saat Prabowo akhirnya bergabung dalam kabinet Jokowi pada 2019, publik mulai menyaksikan transformasi dari rivalitas menuju kerja sama.
Kini, di Kertanegara, pertemuan dua jam itu melanjutkan narasi persahabatan politik. Pertemuan itu menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia tidak berhenti pada sebuah periode, tetapi berkesinambungan.
Jokowi: Membawa Warisan Pengalaman
Jokowi telah melalui satu dekade memimpin negara dengan berbagai tantangan. Dari pembangunan infrastruktur besar-besaran hingga mengatasi pandemi COVID-19, Jokowi meninggalkan jejak kebijakan yang masih menjadi bahan perbincangan. Sebagai mantan presiden, wajar bila ia tetap menjadi rujukan.
Pertemuan dengan Prabowo menjadi penting karena ia menyampaikan pengalaman langsung: bagaimana menjaga stabilitas politik di parlemen, mengelola konflik sosial, hingga menghadapi tekanan internasional. Itu semua merupakan "modal pengetahuan" yang tak boleh hilang begitu saja.
Prabowo: Agenda Besar dan Tantangan Baru
Prabowo memulai pemerintahannya dengan visi besar memperkuat kedaulatan bangsa. Dari pertahanan hingga pangan, ia ingin Indonesia berdiri di atas kaki sendiri. Namun, tantangan global begitu nyata: krisis energi, ketegangan geopolitik, dan perlambatan ekonomi dunia.
Dalam konteks ini, mendengarkan pandangan Jokowi adalah strategi bijak. Tidak ada presiden yang bisa memimpin sendirian. Pertemuan itu mencerminkan sikap terbuka Prabowo terhadap masukan. Bukan kelemahan, melainkan bentuk kenegarawanan.