Mohon tunggu...
aris moza
aris moza Mohon Tunggu... Guru - menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

seorang yang lantang lantung mencari arti dan makna dalam setiap langkah kecilnya. lalu bermimpi menjadi orang yang dikenal melalui karya-karyanya, bukan rupa, bukan harta, bukan panggkat atau jabatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Rumah Literasi, Media, dan Hoaks

24 Agustus 2019   09:23 Diperbarui: 28 Agustus 2019   11:07 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mencari buku bacaan. (sumber: KOMPAS)

"Kebiasaan membaca dan menulis masyarakat Indonesia tergolong rendah, tapi  rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial." 

Di rumah, saya sengaja menyusun rak yang berisi buku-buku  diruang tengah dan tamu. Tidak ditempatkan diruang khusus semisal kamar gitu. Kebetulan di rumah itu juga tiap sore ada beberapa anak-anak yang mengaji. 

Jadi kesengajaan saya menempatkan buku-buku di tempat itu supaya anak-anak yang biasa mengaji juga ikut membuka bukunya sehingga dengan keluguannya mereka penasaran untuk membaca. Bukunya juga beragam dari sisa peninggalan waktu muda dulu, saat belum botak kaya sekarang.

Disamping itu saya juga melengkapi rak-rak itu dengan buku-buku  anak.  Saya beli saat moment diskonan bazar buku. Lah ia buku anak lebih mahal dari buku yang biasa aku beli guys. Wong beli buku sendiri aja harus puasa 3 hari coba itu. 

Maklum gaji gope sebulan. Mungkin karena full color jadi buku anak lebih mahal. Selain beli dari bazar saya juga menerima sumbangan buku-buku dari teman-teman di Jakarta. Bersyukurnya karena mereka mau berbagi, syangnya udah engga lagi sekarang.

Semenjak saya terbang ke Jakarta, 8 tahun lalu. Waktu itu saya yang kuli bertemu dengan para mahasiswa yang sedang kuli-ah. Nah itulah bedanya saya dan mahasiswa. Saya kuli mereka ada AH nya.

Dari pertemuan itulah pemikiranku mulai terbuka. Ada banyak hal baru yang saya temukan. Saya juga jadi sering ngomongin orang. Semisal ngomongin Nabi Muhammad, Muh. Hatta, Sukarno, sultan syahrir, Nasir, dll sampe platto aristotales juga di gosipin sama komonitas yang mengaku agen of change.

Dari persingungan orang kuli dan orang-orang kuliahan ahirnya saya mulai berpikir akan hal-hal yang nyeleneh. Dipandang gila, udah biasa. Satu hal yang aku temukan dari hasil ngegibahin orang dan segala dinamika yang terjadi waktu itu. Aku menyimpulkan SEGALA HAL YANG ADA DI DUNIA INI DIMULAI DARI MEMBACA.

Selain bersingugan dengan para mahasiswa saya juga bertemu dengan para Ustad di Jakarta. Sehingga pemikranku gak terlalu njomplang ke kiri. karena pada prinsipnya apa yang di ajarkan ustad dan yang aku temukan hasil semdi adalah sama, kata Ustadku Tuhan memfirmankan ayat pertama ke Nabi Muhammad SAW. Itu tentang membaca. Bacalah atas nama Tuhanmu begitu seterusnya. Berarti prinsipku tidak bertentangan dengan Agama.

Dari pergulatan yang penuh lika liku tidak jelas itulah memuculkan keinginan terbesarku yaitu mewujudkan sebuah tempat baca atau perpustakaan yang terjangkau seluruh masyarakat Nusantara. Perpustakan dari desa ke desa dari rw ke rw dari RT ke RT. 

Sebab saya menyadari bagaimana susahnya akses ke Perustakaan Daerah yang hanya ada satu di pusat kota dan hanya dimiliki sekolah-sekolah yang menyediakan perpustakan. Sehingga Perpustakaan tidak bisa menyentuh seluruh elemen masyarakat. Padahal kuli sperti saya juga mau baca buku.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Ketidakberdayaan warga Desa membeli buku, lah boro-boro beli buku beli buku anak aja cuma LKS yang disedikan dari sekolah. Itu bukan tanpa alasan maklum penghasilan mereka tidak cukup untuk membeli buku. Makan aja susah suruh beli buku. Buku tergolong mahal bagi orang-orang seperti kami.

Sayangnya ide mulia itu hanya tergantung di angan-angan tidak kemana-mana begitulah saya yang masih memimikan sukses dunia akherat. Padahal sukanya tidur,hehehe

Saya berpikir segala petaka ahir-ahir ini dimulai dari sebab rendahnya budaya literasi di Indonesia dan hal itu benar adanya dari rendahnya peringkat Indonesia dalam daftar tingkat literasi negara-negara di dunia, termasuk laporan World's Most Literate Nations yang dikeluarkan Central Connecticut State University (CCSU).

Riset CCSU memotret lima indikator yang dianggap penting dalam kegiatan membaca, yakni perpustakaan, koran, input pendidikan, output pendidikan, dan ketersediaan komputer. 

Dalam daftar tersebut, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara yang diriset. Artinya, kebiasaan membaca dan menulis masyarakat Indonesia tergolong rendah.

Rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia juga terlihat dari penelitian terakhir Program for International Student Assessment (PISA) pada 2015. Penelitian PISA menunjukkan Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara yang diteliti.

Tetapi hal itu berkebalikan dari sikap masyarakat Indonesia ketika menghadapi media sosial. Menurut penelitian yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. 

Dari laporan berjudul "Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World" yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen.

Sebanyak 120 juta orang Indonesia menggunakan perangkat mobile, seperti smartphone atau tablet untuk mengakses media sosial, dengan penetrasi 45 persen. Dalam sepekan, aktivitas online di media sosial melalui smartphone mencapai 37 persen. (kompas)

Indonesia adalah Negara dengan pengguna media social teraktif di Dunia sekaligus menjadi Negara terbelakang dalam minat membaca,  dari situ saya berpendapat persolan yang hari ini terjadi maraknya hoax, ujaran kebencian sentiment negative, masyarakat yang mudah di provokasi dll. Di mulai dari rendahnya budaya membaca.

Saya juga menyadari media social yang hadir belakangan sebagai teknologi termuthair abad ini. Dengan menawarkan segala akses kemduahan dan memberikan segala informasi yang dibutuhkan segenap manusia, tetap menyiman dua sisi positif dan negative.

Celakanya, penduduk bumi bagian Indonesia yang masih di bawah rata-rata baik tingkat pendidikan dan literasinya. Keburu mendapatkan kecanggihan itu. Kita terlambat berpuluh-puluh tahun. Kita baru menyadari setelah semua terjadi ketika teknologi telah maju sedemikan cepatnya.

Masyarakat yang masih rendah literasi telah kadung nyaman dengan teknologi terbarukan itu sehingga segala macam informasi yang masuk melalui media social ia terima dan telan mentah-mentah.

Dari situlah awal munculnya prahara yang kita alami sekarang, dimana benih-benih perpecahan kian menganga. Saling ejek saling memaki, kerja emosi lebih cepat dari pada pikiran. Entah apakah permerintah sudah punya formulanya untuk merekatkannya kembali?

Saya memulai dari cara yang sederhana membuka rumah mungil keluargaku untuk bisa dimasuki siapapun asal sopan dan baik dan tidak niat nyolong, lah tapi apa yang mau diambil gak ada yang istimiewa kecuali tipi 21 in,hehehe

Siapapun boleh masuk dan membaca apa saja yang ada di dua raungan itu. Harapannya hal yang sederhana itu mampu mengurangi pengaruh negative dari media social.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun