Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masa Depan Bangsa di Pundak Mereka

30 September 2015   16:22 Diperbarui: 30 September 2015   16:52 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertengahan September lalu saya diundang sebagai pembicara pada sebuah acara talkshow yang diadakan oleh HIMPIKS (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial) FISIP Universitas Indonesia. Tema talkshownya adalah ‘Masa Depan Kesejahteraan Sosial di Indonesia’.

Bicara mengenai masa depan kesejahteraan sosial di negara kita, saya tidak ingin memulai topik pembicaraan pada masalah yang dihadapi bangsa ini, namun memilih untuk fokus pada potensi yang dimiliki. Menurut Green dan Heines dalam bukunya ‘Asset Building & Community Development’, ada tujuh asset (modal) yang dimiliki sebuah komunitas yaitu, modal manusia, modal fisik, modal keuangan, modal sosial, modal teknologi, modal lingkungan, dan modal politik. Nah pada talkshow tersebut saya fokus bicara mengenai modal manusia (human capital). Modal terbesar sebuah bangsa adalah manusianya, bukan emas, batubara ataupun tambang minyak. Eksistensi dan kemajuan bangsa akan sangat bergantung pada sumber daya manusianya. Oleh karenanya, agar sebuah bangsa dapat bertahan dan mempunyai daya saing, pembangunan manusia (human development) menjadi agenda yang sangat penting. Pembangunan manusia dimulai sejak usia anak, bahkan sejak dalam kandungan ibunya.

Mengapa? Jawabannya tak lain adalah karena anak memiliki posisi strategis dalam pembangunan maupun perkembangan peradaban manusia. Anak merupakan generasi penerus sekaligus menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Oleh karena itu, keberlangsungan suatu bangsa ditentukan oleh kondisi anak-anak pada saat ini. Anak adalah sumber utama angkatan kerja. Kemampuan untuk mengoptimalkan potensi anak-anak akan mempengaruhi kualitas hidup bangsa di masa depan. Anak adalah asset peradaban bangsa. Dikemudian hari berbagai inovasi di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi akan terus berkembang secara dinamis dan sangat bergantung dari kualitas anak-anak masa kini. Untungnya, Indonesia adalah negara yang padat penduduknya.

Memasuki Asean Communities 2015, penduduk Indonesia yang memiliki usia produktif adalah yang tertinggi di ASEAN. Bahkan pada tahun 2020 – 2030, Indonesia akan kebagian ‘bonus demografi’, karena populasi penduduk usia produktif 15 s/d 64 tahun lebih besar daripada penduduk non-produktif (diatas 65 tahun). Hal ini patut disyukuri karena pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial akan sangat tergantung pada penduduk usia produktif yang menggerakkan roda perekonomian. Namun, bonus demografi hanya bisa dinikmati jika angkatan usia produktif tersebut memiliki kualitas yang baik dari segi kesehatan, pendidikan dll. Sebaliknya, bonus demografi akan menjadi bencana, bila angkatan kerja kita tidak berkualitas dan tidak mampu bersaing dengan angkatan kerja dari negara lain.

Bicara mengenai kualitas generasi penerus, disekeliling kita masih banyak anak-anak yang putus sekolah, kekurangan gizi, menjadi korban dan pelaku kejahatan, dsb. Kebijakan Pemerintah untuk pemenuhan hak anak sebenarnya sudah beragam. Selain berbagai kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, serta Kementerian Kesehatan, Bappenas menginisiasi kebijakan Sistem Perlindungan Sosial Terpadu untuk Anak dan Keluarga, Kementerian Sosial juga menggagas berbagai program perlindungan anak, hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pun melahirkan kebijakan Kota Layak Anak ataupun Ketahanan Keluarga. Sekarang tinggal bagaimana Pemerintah Kota mengimplementasikan berbagai program kebijakan tersebut di daerah, apakah sudah sesuai yang diharapkan?

Contohnya, dengan maraknya kasus - dengan anak sebagai pelaku dan korban, khususnya di Kota Depok, hal ini menggambarkan Pemerintah Kota Depok belum berhasil mengaplikasikan berbagai kebijakan dari pemerintah pusat tersebut. Fakta menunjukkan bahwa anak belum menjadi pertimbangan utama dalam proses pembangunan di Depok. Apalagi kalau kita cermati program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kisruh setiap tahunnya karena kurangnya infrastruktur sekolah negeri yang tidak mampu menampung kapasitas anak usia sekolah yang semuanya ingin mendapatkan fasilitas sekolah gratis. Belum lagi kasus tawuran antar sekolah yang sampai menelan korban jiwa. Jangan terlena dengan berbagai penghargaan yang sudah diterima, karena masyarakat tidak butuh piagam penghargaan. Apa jadinya bangsa ini apabila kualitas generasi penerusnya tidak dijadikan prioritas oleh Pemerintahnya. Saatnya bangkit dan kerja, kerja, kerja. Ingat, masa depan bangsa ini ada di pundak mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun