Mohon tunggu...
Jeanne Natasya
Jeanne Natasya Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Rumah Tangga Selama Pandemi, Wajarkah?

30 Agustus 2020   20:12 Diperbarui: 30 Agustus 2020   20:16 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahap pertama adalah agenda building mengukur awal mula terjadi konflik, dan untuk melihat objektifitas permasalahan ditinjau dari sudut pandang masing-masing pasangan dimana pada pasangan yang bahagia, kedua belah pihak berusaha menunjukkan pemikiran dan sudut pandang masing-masing dengan cara yang tidak kasar.

Tahap Kedua adalah Arguing, tahap dimana pasangan mencari dasar dari pemikiran-pemikiran, untuk saling membujuk satu sama lain dan saling mempertahankan pendapat. 

Tahap Ketiga adalah Negotiation, tahap dimana mengukur kemampuan seseorang untuk melakukan kompromi ketika pasangan sudah terbuka dan menjelaskan pandangannya masing-masing untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Dalam melakukan ketiga tahap penyelesaian konfilk yang telah disebutkan diatas, dibutuhkan kualitas komunikasi yang baik antara suami dan istri. Lasswell dan Lasswell (1987) menyatakan bahwa aspek-aspek kualitas komunikasi meliputi :

  • Keterbukaan
  • Kejujuran
  • Kepercayaan
  • Empati
  • Kesediaan untuk mendengarkan.

Komunikasi antara suami istri harus saling terbuka dan berlangsung dua arah. Dengan komunikasi yang terbuka antara suami istri maka akan terbina saling pengertian. Selanjutnya, dibutuhkan juga kejujuran karena dengan berkata jujur dapat membantu menjelaskan perasaan, mencegah salah pengertian dan meredakan amarah. Suami istri juga harus bersedia mendengarkan satu sama lain. Dengan mencoba melakukan ketiga tahap penyelesaian konflik dan juga memiliki komunikasi yang baik dengan pasangan merupakan kunci dalam menghadapi konflik dalam rumah tangga. Memang tidak mudah untuk menjalani semuanya, dibutuhkan komitmen, latihan, kompromi dan kesabaran dalam menghadapi konflik yang ada. Semoga setelah pandemi ini berakhir, kualitas hubungan pasangan suami istri menjadi lebih baik.

Daftar Referensi 

Amelia, T. (2004). Gambaran mengenai kepuasan perkawinan pada individu yang melakukan perkawinan tanpa pacaran. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Atwater, E. (1983). Psychology of adjusment. (2nd ed). New Jersy : Prentice-Hall Inc.

Christian. (2020, 21 Juli). Angka Perceraian di Jakpus meningkat Selama pandemi. Diakses pada 25 Agustus 2020, dari 

Gottman, J. M. (1979). Marital interaction: Experimental investigations. (San Diego, CA: Academic Press).

Lasswell, N & Lasswell, T. 1987. Marriage and The Family. California : Publishing Company.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun