"Jika engkau ingin mengenal dunia, maka membacalah. Namun, jika engkau ingin dikenal oleh dunia, maka menulislah" (Pramoedya Ananta Toer)
Fenomena maraknya medsos berikut seluruh aplikasi yang dapat menghubungkan orang ke orang yang dipisahkan oleh ruang, waktu dan seluruh kebiasaan dan budaya adalah menjadi sesuatu yang lazim di zaman now. Tidak perlu juga memperdebatkan atau sekedar mengkategorikan orang per orang dengan tujuan atau maksud mereka mengapa begitu tertarik dan menjadikan medsos yang menurut saya hari ini sebagai kebutuhan primer. Kebutuhan primer yang wajib dipenuhi bagi sekelas pecandu atau “pemakek” dengan hanya menggerakan jari yang beradu dengan gawai.
Namun apakah anda dan saya adalah sekelas “pemakek” atau berbelanja angan-angan di dunia fantasi tanpa membuahkan kreasi? Sekedar hanya punya akun dan kemudian bereksebisi tanpa misi?
Sangat disayangkan di era digitalisasi yang istilah keren lainnya disebut era “broken”. Ya, era broken dimana pola lama dihancurkan dengan pola baru yang konsisten berubah dari waktu ke waktu, tanpa pola perubahan yang pasti yang menjadi ancaman terhadap orang-orang yang tidak siap dengan kebiasaan baru ini. Harapan kita bersama yang saat ini diberikan kesempatan untuk hidup berdampingan dengan era ini seharusnya adalah “enjoy” dengan segala kegilaannya.
Cengengesan juga saya melihat setiap kita dengan keakraban akun-akun yang kita miliki di medsos. Ada yang bertajuk “makanan” yang hanya menampilkan foto-foto potongan roti, ikan, kue, cokelat dan macam ragam lainnya di resto ternama. Kemudian ada yang bertajuk “hobi” seperti saya dan teman-teman lainnya para blogger dengan berbagai tulisan beragam tema dari puisi menyahat hati sampai analisa politik ala-ala pakar. Yang lain dengan aktivitas wisata dengan penampakan foto-foto mempesona di gunung, laut, udara, kemudian ada pulak dengan tajuk “orang penting” dengan foto-foto ceramah di mimbar, jabatan tangan dengan begitu banyak orang penting dan beberapa yang lain adalah para pedagang online dengan barang dagangan nyata.
Mengesampingkan para pedagang online yang memang berdagang barang dagangan yang benar-benar nyata, bagi saya kesemua akun-akun medsos berikut konten dan tajuk masing-masing lebih diartikan sebagai “kios atau kede” di supermall medsos.
Mungkin ada yang beranggapan sama juga boleh berpandangan berbeda. Mengapa? Bagi saya setiap tulisan atau coretan status di medsos adalah jualan atau barang dagangan yang akan kita jual setiap waktu. Yang bisa sesukanya pula kita bisa pasarkan ke setiap calon penerima pesan atau pembeli status atau barang dagangan ide dan pikiran kita. Bisa akan dibeli oleh orang lain dengan ganjaran berupa uang maya dalam bentuk “menginspirasi – menghibur – aktual – bermanfaat – menarik” dan banyak respon lainnya. Tidak sedikit juga akan menolak untuk sekedar singgah atau membeli namun dengan respon dibawah harapan atas jualan status dan barang dagangan pikiran dengan label “tidak menarik”.
Di satu sisi yang lain medsos juga adalah supermall yang bisa kapan aja dikunjungi. Buka selama 24 jam sehari nonstop tanpa ada batasan waktu dan juga satpam yang berdiri untuk mengawasi atau tukang parkir dengan biaya parkir yang naik proporsional per jamnya. Berpindah kios demi kios sesuka hati dan membeli atau sekedar mencuci mata setiap barang dagangan para pelapak.
Apakah kemudian barang dagangan dengan seabrek ide, gagasan, pengetahuan yang baik bahkan yang menyesatkan juga terserah oleh setiap pembeli dan pengunjung mau digunakan buat apa. Medsos sebagai supermall yang menyediakan jualan terbaru, mempertontonkan informasi untuk mengenal ragam manusia, seluk beluk tempat nongkrong yang baru, ide dan gagasan berikut ilmu pengetahuan termutahir dan banyak lainnya.
Medsos adalah PASAR
Tantangan pedagang tulisan untuk tetap menawarkan barang dagangan yang berkualitas, punya keunikan tersendiri, dibungkus dengan kemasan yang bombastis. Mempersiapkan etalase yang menarik, berikut pula sarana promosi yang mumpuni. Semua itu dibutuhkan amunisi imajinasi, kreativitas dan modal pengalaman nyata yang mampu diproduksi dalam sebuah tulisan yang bernilai. Modal pengalaman sebagai pengunjung atau pembeli barang dagangan orang lain lewat aktivitas “bacaan” yang selektif. Mengecap dan merasakan langsung.
Membandingkan dan memodifikasi setiap bacaan sederhana sehingga bisa dikonsumsi dengan rasa yang renyah dan nikmat.