Mohon tunggu...
SJA
SJA Mohon Tunggu... Penulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Rasa dari setiap bahasa:Menyusuri Indonesia Lewat Lidah dan Kata

18 Oktober 2025   01:29 Diperbarui: 18 Oktober 2025   01:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joglosemar. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com

Rasa dari Setiap Bahasa: Menyusuri Indonesia Lewat Lidah dan Kata

Kalau kamu pernah berkeliling Indonesia, kamu pasti sadar satu hal: setiap daerah bukan hanya punya makanan khas, tapi juga cara unik untuk menyebut dan menikmatinya. Dari Aceh sampai Papua, rasa dan bahasa berpadu jadi satu cerita panjang tentang siapa kita sebagai bangsa.

Bahasa dan Rasa yang Tak Pernah Sama

Di Padang, sepiring rendang tak hanya soal daging empuk yang kaya rempah. Ia juga bicara lewat bahasa. Coba dengar orang Minang menyebut "bareh" untuk beras, atau "lado" untuk cabai. Ada kehangatan dalam setiap ucapannya, seolah bumbu masakan dan kata-kata tumbuh dari akar yang sama.

Begitu pula di Jawa. Kata "sega liwet" bukan hanya nasi, tapi juga simbol kebersamaan. Biasanya disantap bareng keluarga atau tetangga di atas daun pisang panjang. Dalam bahasa Jawa, kata "bareng" punya makna lebih dari sekadar bersama --- ia mencerminkan kebersamaan yang tulus dan rukun.

Lalu ke Sulawesi Selatan, kita temukan "Coto Makassar". Kuahnya kental, aromanya tajam, dan penjualnya sering menyapa pelanggan dengan logat Bugis yang khas: "Silaka makkanjo!" --- ayo makan! Di sana, makanan bukan sekadar kebutuhan, tapi bagian dari keramahan budaya.

Bahasa, Cermin dari Lidah dan Jiwa Daerah

Setiap daerah di Indonesia punya cara bicara yang menggambarkan kepribadiannya. Orang Betawi misalnya, dikenal ceplas-ceplos tapi hangat. "Lu udah makan, Belum?" sering kali lebih tulus daripada basa-basi panjang. Di Bali, "Matur suksma" (terima kasih) diucapkan dengan nada lembut dan sopan, sejalan dengan sikap halus masyarakatnya.

Di Maluku, ketika seseorang bilang "Beta sayang Ale," itu bukan hanya ungkapan cinta, tapi juga bentuk keakraban yang dalam. Bahasa di sana menyatu dengan rasa dan ekspresi, seperti lagu-lagu Ambon yang mendayu. Sementara di Papua, kata "noken" tak cuma berarti tas rajutan. Ia simbol ketekunan, cinta tanah, dan peran perempuan dalam kehidupan sosial.

Dari sinilah kita belajar: setiap bahasa menyimpan jiwa. Setiap logat membawa kisah. Dan setiap kata, punya rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun