Mohon tunggu...
jaucaw
jaucaw Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

mas-mas pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Semakin ke Sini Semakin Lalalala #1

21 Maret 2023   13:22 Diperbarui: 21 Maret 2023   13:24 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Bobo-Grid.Id (5-cara-menangani-konflik-sosial-yang-terjadi-di-kehidupan-masyarakat)

Saya masih menuju 25 tahun. Bisa 'masih', bisa juga 'sudah' tapi saya lebih enjoy menggunakan 'masih' karena bagi saya, itu cukup representatif terhadap jalan panjang yang akan saya lewati nanti.

Sejak saya sadar merasa hidup (efektif baru sekitar 20 tahun)*, saya telah bergaul dengan banyak orang, bergumul dengan berbagai karakter lingkungan, yang menjadi bekal pengalaman untuk lebih tepat dan jeli memposisikan saya di tempat yang relatif aman menurut saya.

Saya tidak suka dengan konflik, meskipun saya percaya bahwa konflik bisa memaksa pendewasaan. Tapi terlibat dalam konflik tanpa kalkulasi hanyalah gelisah tak bertepi. Selama ini saya masih meraba-raba rumus kalkulasi yang tepat untuk saya sendiri, dan nanti kalau sudah ketemu, sangat mungkin saya akan terlibat dalam konflik. Memulai pertempuran.

Saya akui, selama ini saya sangat curang dalam belajar konflik. Saya hanya menginventarisir konflik orang-orang disekitar saya, kemudian melihat dengan berbagai sudut pandang, kemudian saya sarikan sebagai pengetahuan yang barangkali nanti dibutuhkan, bisa saya pakai. Saya merasa sedikit sekali terlibat konflik, hanya karena saya mengambil jalur aman sebagai prioritas.

Seringkali saya menertawakan motivasi "bergeraklah dari zona nyaman". Lucu sekali bagi saya. Bagaimana saya enyah dari zona nyaman, sementara saya belum menemukan zona nyaman itu sendiri. Selama ini saya hanya beralih dari satu potongan kayu ke potongan kayu yang lain hanya supaya tidak tenggelam. Barangkali saya akan berhenti menertawakan motivasi itu setelah saya menemukan daratan yang indah. Tapi kalau saya sudah menemukannya dan rileks dengan itu, ngapain juga harus enyah?

Lagian, konflik bukan satu-satunya jalan pendewasaan. Banyak jalan lain yang bisa menstimulasi kedewasaan berpikir, dan bersikap. Hanya saja, menurut saya yang lebih penting sebelum hinggap di titik itu adalah kemampuan mengukur diri. Bisa memilah, mana yang menjadi keunggulan dan kelemahan dengan jujur. Bisa membedakan, mana yang menjadi peluang dan mana yang menjadi ancaman dengan jujur juga.

Terjun dalam konflik tanpa tahu kemampuan diri, sepertinya membiarkan diri masuk ke dalam kandang singa.  Jangan sampai nanti kalau sudah kalah dan terkapar dalam konflik baru bilang "konflik ini bukan passionku." Lah kan tolol.

 

*Memoar pertama yang saya ingat hingga hari ini adalah moment ngompol disekolah TK nol kecil dengan baju lebaran, karena waktu itu baru masuk hari kedua sekolah dan masih belum mendapatkan seragam. Selanjutnya, saya nggak mau sekolah karena malu, dan takut karena bu Sri yang galak dan beringasnya minta ampun (allahummaghfirlaha). Sekalinya mau sekolah lagi, saya sudah pindah kelas ke TK nol besar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun