Mohon tunggu...
Jason Fernando
Jason Fernando Mohon Tunggu... International Relations Enthusiast

Be Wise and Always Happy!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

China dan Transformasi Asia Tengah: Integrasi Ekonomi yang Mengubah Wajah Eurasia

9 Juli 2025   19:47 Diperbarui: 9 Juli 2025   20:19 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.reuters.com/business/media-telecom/chinas-xi-signs-treaty-elevate-ties-with-central-asia-2025-06-17/

Sebagai negara tetangga terbesar di luar blok Commonwealth of Independent States (CIS) dan keempat terbesar secara geografis, China berbagi perbatasan sepanjang 3.500 km dengan Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan. Wilayah Xinjiang yang berbatasan langsung dengan Asia Tengah memiliki kedekatan etnis, budaya, dan bahasa, khususnya dengan kawasan utara Kazakhstan, sehingga memperkuat konektivitas sosial dan lintas budaya antara kedua wilayah.

Secara geografis, Asia Tengah menempati posisi strategis di jantung Eurasia, menjadi simpul penghubung antara Eropa, Rusia, Asia Timur, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Selain itu, kawasan ini memiliki cadangan energi dan sumber daya alam yang signifikan; seperti minyak bumi, gas alam, uranium, emas, dan kapas, serta potensi sumber daya manusia yang belum sepenuhnya dikembangkan. Bagi China, Asia Tengah menawarkan peluang strategis untuk menjamin kebutuhan energi dan memperluas pasar ekspor, seiring pertumbuhan ekonominya dan populasi domestik yang kini melebihi 1,4 miliar jiwa.

Kehadiran China di Asia Tengah bukan sekadar wacana simbolik, tetapi tercermin dalam data dan kebijakan konkret. Indikatornya antara lain: dominasi produk China di pasar lokal, investasi besar dalam proyek infrastruktur, serta kunjungan bilateral yang menghasilkan berbagai kesepakatan strategis. China kini menjadi kekuatan eksternal paling berpengaruh di kawasan, sementara peran Amerika Serikat dan Rusia terlihat menurun secara relatif.

Ini terlihat, misalnya, dominasi tradisional Rusia di Asia Tengah telah melemah akibat perang yang masih berlangsung di Ukraina. Pemerintah-pemerintah Asia Tengah menjauhkan diri dari Moskow, dengan Presiden Kazakhstan Tokayev secara terbuka menolak klaim teritorial Rusia di Ukraina. Selain itu, Eurasian Economic Union (EAEU), blok ekonomi regional Moskow, telah kesulitan bersaing dengan China, yang menyediakan investasi dan pembangunan infrastruktur yang lebih substansial. Akibatnya, pengaruh China di Asia Tengah terus meluas, mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh menurunnya pengaruh geopolitik Rusia

Melalui Shanghai Cooperation Organisation (SCO) dan Belt & Road Initiative (BRI), Beijing terus memperkuat pengaruh politik dan ekonominya. Sejak peluncuran BRI oleh Presiden Xi Jinping di Kazakhstan pada 2013, keterlibatan China semakin dalam. KTT BRI 2017 di Beijing yang dihadiri seluruh negara Asia Tengah bersama 130 negara lainnya, menjadi penegasan posisi China sebagai motor utama integrasi Eurasia.

Namun demikian, Asia Tengah tetap menjadi arena kompetisi strategis bagi berbagai aktor global sejak kemerdekaan negara-negara kawasan ini pasca-1991. Persaingan geopolitik atas sumber daya dan jalur logistik kawasan telah melahirkan kembali istilah "New Great Game", yang mencerminkan kontestasi global atas pengaruh di wilayah ini.

Asia Tengah menyimpan cadangan energi besar yang sebagian besar belum tergarap secara optimal. Wilayah ini menawarkan peluang signifikan bagi eksplorasi, produksi, dan distribusi energi jangka panjang. Kazakhstan memiliki cadangan besar minyak, batu bara, dan uranium (menjadi produsen uranium terbesar di dunia sejak 2014), sementara Turkmenistan dan Uzbekistan unggul dalam produksi gas alam. Kyrgyzstan dan Tajikistan memiliki potensi energi hidro yang melimpah. Secara keseluruhan, cadangan minyak kawasan diperkirakan mencapai 9--40 miliar barel dan cadangan gas melebihi 131 triliun kaki kubik.

Bagi China, akses langsung terhadap cadangan ini sangat krusial untuk menjamin ketahanan energi nasional. Dengan konsumsi energi yang terus meningkat, China diproyeksikan mengimpor hingga 50% minyak dari kawasan ini pada 2020. Pendekatan China relatif berbeda dari negara lain; alih-alih kolaboratif seperti dengan India di Afrika dan Amerika Latin, Beijing cenderung bergerak mandiri di Asia Tengah.

Menurut Pradhan (2018), Kazakhstan dan Turkmenistan menjadi mitra energi utama bagi China. China menguasai sekitar 20% produksi minyak Kazakhstan dan membangun jaringan pipa sepanjang 2.300 km dari Laut Kaspia ke Xinjiang. Proyek besar lainnya mencakup eksplorasi ladang minyak Alktyuinks dan Mangyshlak serta kepemilikan saham besar China National Petroleum Corporation (CNPC) di ladang Kashagan, Laut Kaspia. Jalur pipa gas Asia Tengah--China sepanjang 5.730 km yang dibangun dengan investasi US$11 miliar menjadi salah satu infrastruktur vital yang menghubungkan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kazakhstan ke China.

Pada tahun 2013, China menggelontorkan investasi senilai US$15 miliar untuk proyek energi regional. Di Kyrgyzstan, dua kilang minyak di Kara-Balta dan Tomok dibangun dengan dukungan CNPC, menyuplai 1,35 juta ton produk olahan per tahun. Arah suplai energi dari Asia Tengah kini telah bergeser ke Timur, mengurangi ketergantungan kawasan terhadap Barat dan Rusia. Pada Oktober 2023, KazMunayGas (KMG) dan China National Chemical Engineering Group Corporation (CNCEC) menjalin kesepakatan untuk membangun pembangkit listrik tenaga turbin gas di kompleks kilang minyak Atyrau, guna memperkuat keandalan sistem kelistrikan dan memenuhi kebutuhan energi regional. Di sisi lain, QazaqGaz bersama Geo-Jade Petroleum Corporation akan mengembangkan ladang gas Pridorozhnoye di Wilayah Turkistan. Secara paralel, PetroChina dijadwalkan melanjutkan konstruksi Jalur D Pipa Gas Asia Tengah--China pada tahun 2025, dengan pelaksanaan proyek bergantung pada penyelesaian kontrak pasokan gas yang dalam negosiasi dengan Turkmenistan.

Selain energi, China memprioritaskan Asia Tengah sebagai pasar ekspor dan simpul logistik dalam jaringan konektivitas lintas kawasan. Ada lima faktor utama yang menjelaskan ketertarikan China:

  • Koridor Darat Strategis: Asia Tengah menjadi jalur penghubung penting antara China dan Eropa, Asia Selatan, serta Timur Tengah.
  • Kekayaan Alam: Potensi sumber daya seperti minyak, gas, emas, dan uranium meningkatkan nilai strategis kawasan.
  • Pasar Terbuka dan Akses Bahan Baku Murah: Negara-negara pasca-Uni Soviet membuka peluang bagi penetrasi produk China, didukung infrastruktur darat yang memadai.
  • Keterhubungan ke Asia-Pasifik: Jaringan rel dan jalan raya mempercepat konektivitas dengan Jepang, Korea Selatan, dan negara lain di Asia Timur.
  • Tingginya Permintaan Barang Konsumen: Produk China yang terjangkau banyak diminati oleh masyarakat lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun