Mohon tunggu...
Janu Mardianto
Janu Mardianto Mohon Tunggu... -

Hello

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jonan Benar... "Safety Crisis" Memang Terjadi

9 Januari 2015   18:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:29 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420781378172291204

[caption id="attachment_389601" align="aligncenter" width="624" caption="Ignasius Jonan (Kompas.com/Alsadad Rudi)"][/caption]

Hari-hari ini kita diributkan dengan protes ke Jonan karena menaikkan batas bawah tarif airlines. Maskapai, YLKI dan konsumen selama ini menganggap bahwa safety itu sudah given, sudah embedded dalam angkutan udara. Dalam tarif itu sudah termasuk safety. Safety tidak terkait dengan tarif dan bukan urusan pemerintah. Benarkah begitu? Jika argumentasinya seperti itu, mestinya semua pihak itu protes ketika pemerintah di jamannya Syafei Jamal dulu mulai mengatur batas atas dan batas bawah. Bukan sekarang, sama Jonan. Kok dulu gak protes, sekarang protes ketika pemerintah ngatur batas atas/bawah?

Jika menganggap tarif tidak terkait sama safety, maka seharusnya pihak-pihak tersebut sejak dulu kala meminta agar pemerintah gak usah ngatur-atur. Dan 30%, 40%, atau 50% menjadi tidak relevan ketika logikanya "pemerintah gak usah ngatur".  Lebih lucu lagi dulu jamannya Syafei Jamal batas atas pernah 50%, dan gak diprotes. Kenapa sekarang Jonan menaikkanya dari 30% ke 40% lalu semuanya protes?? Logikanya dimana?? Apa karena dulu orang cuek sebab toh akhirnya tahu aturan itu bisa dilanggar di lapangan, sementara sekarang semua orang tahu kalau Jonan bakalan disiplin menjalankan aturan?? Kalau ini yang terjadi, maka kita punya masalah dengan budaya disiplin bangsa. Kita biasa lihat letter P dan cuek parkir di situ, lalu marah-marah ketika dishub bertindak tegas dan gembok ban mobil kita...

Jonan beranggapan bahwa Indonesia sudah berada pada level krisis menyangkut keselamatan penerbangan. Ini adalah persepsi seorang pemimpin ketika menilai situasi di sekelilingnya. Bahwa sebuah pesawat bisa terbang di luar ijin trayek resmi memperlihatkan secara kasat mata bahwa ada masalah. Itu ijin trayek yang nyata-nyata kasat mata, kelihatan barangnya, melibatkan Airnav, Otoritas Bandara, Angkasa Pura, Airlines dan entah siapa lagi. Lalu bagaimana dengan yang tidak kasat mata?? Maintenance pesawat?? Pengaturan awak?? Prosedur penerbangan?? Bahwa Airasia bisa terbang tanpa prosedur briefing oleh FOO (dispatcher) telah meyakinkan Jonan bahwa ada masalah besar di level mikro dan makro industri ini. Padahal prosedur itu sudah diatur oleh ICAO dalam bentuk Civil Safety Air Regulation CSAR. Katanya, penerbangan adalah industri yang internationally standardized... kok bisa nyata-nyata kecolongan begini? Masa AirAsia tidak paham, padahal airlines international? Jadi ada problem di airline... ada problem di  lapangan.

Sedikit tambahan, ketika Jonan berkunjung ke Juanda (sebelum kecelakaan), dia protes keras kenapa ada gedung yang menghalangi pandangan petugas ATC dari Tower. Dia minta spy Tower ATC dinaikkan ketinggiannya spy bisa melihat semua sudut bandara secara bebas. Kok yang protes Jonan, orang kereta api?? Ini menunjukkan bahwa keselamatan belum menjadi budaya di sini. Safety masih dianggap sebagai prioritas ke sekian.

Situasi itu yang ditangkap Jonan sebagai situasi KRISIS, lebih buruk dari dugaanya. Jonan paham bahwa kedua masalah di atas belum tentu secara langsung terkait dengan kecelakaan AirAsia. Dia paham, detail penyebab kecelakaan harus menunggu KNKT. Tapi dia paham betul: industri ini bermasalah dengan safety. Jonan sadar bahwa masalahnya seperti gunung es, tapi dia mempergunakannya untuk membangkitkan sence of urgency (yang sayangnya tidak dipahami orang). Jonan tahu kalau tidak diselesaikan segera maka hanya masalah waktu ketika Indonesia akan dipenuhi dengan kecelakaan udara. Entah di langit, entah di landasan.

Ketika melihat bahwa situasinya sudah KRITIS, maka intervensi Jonan menjadi sangat powerful. Dia intervensi elemen luar (airlines) dan elemen dalam (organisasi Dephub). Batas bawah tarif dinaikkan, supaya airlines mendapatkan tambahan ruang untuk berinvestasi dalam safety. Mengendorkan ketegangan dari perang tarif jangka pendek, supaya bisa perhatian pada safety improvement. Supaya safety menjadi prioritas, dan airlines terlepas sementara dari persoalan komersial jangka pendek.

Intervensi ke dalam dia akan lakukan perbaikan: memastikan fungsi pengawasan lapangan dilaksanakan secara konsisten, SOP dan prosedur, pelatihan karyawan, penindakan atas korupsi dsb dst. Langkah Jonan memerintahkan Irjen Dephub untuk mengaudit Dirjen Hubda memperlihatkan bahwa Jonan akan mengambil tindakan komprehensif, dimulai dari tahu masalahnya apa... khususnya masalah di lapangan.

Jadi, pendapat yang meminta Jonan untuk fokus ke Dephub saja menjadi tidak masuk akal. Jonan tetap akan memperbaiki internalnya, dan bukankah sudah dimulai olehnya? Tapi safety melibatkan banyak faktor dan karenanya intervensinya musti ke beberapa faktor sekaligus termasuk ke airlines sendiri. Jonan melihat Indonesia sudah masuk fase safety crisis, sementara banyak pihak masih menganggapnya business as usual. Jonan menganggap persoalannya sistemik, banyak pihak menganggapnya hanya persoalan AirAsia... lepas dari yang lain.

Bahwa seorang leader mampu melihat situasi sebagai krisis (dan kritis) sementara surroundingnya menganggapnya masih biasa biasa saja merupakan persoalan klasik bahasan manajemen. Seluruh pemimpin perubahan ya seperti itu... Anda bicara Jack Welch, Cacuk Sudaryanto, Robby Johan, dan sebut siapa lagi... semuanya memiliki mentalitas seperti itu. Dulu kita sudah bertahun-tahun menerima sebagai situasi yang tidak bisa diperbaiki: penumpang naik ke atas gerbong, pedagang jualan di kereta, PKL di stasiun... karena kita menganggapnya given, tapi Jonan melihatnya berbeda. Dia menganggapnya sebagai tidak normal, krisis... dan dia bertindak (sementara kita diam).

Kereta api dan transporatasi udara mungkin berbeda secara industri, tapi dimata Jonan safety adalah sama apapun moda transportasinya. Dia melihat angkutan udara mengalami krisis, tidak norma, dan dia bertindak (sementara kita menggerutu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun