Kota administratif Bekasi memang sepertinya lekat dengan praktek korupsi yang telah mengakar, baik di lingkungan pejabat tinggi maupun birokrat rendah setingkat kelurahan. Sesuai dengan judul dan stigma yang melekat pada Kota Bekasi yang tercinta ini, maka saya ingin menceritakan pengalaman saya yang hari ini mengalami kejadian "pemalakan" oleh oknum PNS di KUA Kecamatan Bekasi Timur.
Begini Kronologisnya:Â
Pagi hari ini saya berencana untuk mengurus surat pengantar nikah, karena saya warga kecamatan Bekasi Timur dan ingin menikah di Kecamatan Bekasi Utara. Surat-surat dari RT, RW dan kelurahan sudah diurus kemarin (tanpa masalah dan GRATISS!!!), maka berangkatlah saya ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Bekasi Timur. Lokasinya di belakang RS Mekar Sari, masuk dari pertigaan Mekar Sari dan berada di sebelah kiri sisi jalan.Â
Setelah sampai di dalam, saya menuju loket pengurusan administrasi. Di sana saya bilang mau urus surat pengantar nikah. Maka dibantulah oleh seorang ibu-ibu berjilbab. Tidak sampai 5 menit maka si ibu-ibu keluar dengan berkas saya yang telah dimasukkan ke dalam amplop warna coklat.Â
"Wah tidak ada kwitansinya, De, ini kan hanya kebijakan saja."
(Dalam hati "kebijakan apaan?") saya tanya lagi, "kan yang bayar Rp 600,000,- juga sudah tertulis Bu, sudah via transfer jadi jelas untuk apa."
"Iya, klo yang Rp 600.000,- itu beda lagi, klo yang ini kan untuk... (ga jelas alasannya apa, mulai gelagapan) jadi ini kebijakan saja."
"Iya ga apa-apa klo memang harus bayar Bu, tapi kan harus ada tandanya saya sudah bayar sekian untuk urusan apa, saya minta tulisan tangan juga ga apa-apa bu sama di cap KUA bekasi timur gitu."
"Emang ini suratnya untuk siapa?"
"Ya, untuk saya, tapi kan saya juga punya hak Bu, untuk mencatat tiap transaksi."
"...." si ibunya diem, terus bilang lagi, "Yang udah-udah juga ga pernah minta kok."
(udah mulai kesel) "Jadi ga ada kwitansinya Bu?"
"Iya ga ada."
(Akhirnya dengan kesel langsung keluar, padahal biasanya saya selalu bilang terima kasih)
Saya kesel dan marah bukan karna nominalnya, tapi karena seakan-akan meminta "biaya administrasi" itu sudah biasa dan dipatok harganya seperti hal yang ada di undang-undang (Pendapatan Negara Bukan Pajak). Dan judul pemalakan ini saya rasa pantas, karena mereka terang-terangan meminta biaya dengan nominal tertentu dan tidak jelas bukti pembayarannya.Â
Kalau 1 orang dipalak Rp 75.000,-, 100 orang yang urus surat nikah, mereka dapat Rp 7.500.000,-, pergi ke mana uangnya saya tidak tahu.
Satu yang terlintas di pikiran saya, "Apakah memang para PNS ini tidak digaji? atau gajinya kurang? Ataukah kalau benar ada, apakah pemerintah tidak menyediakan dana untuk beli tinta komputer, tinta cap, atau kertas? Kenapa mereka MEMINTA uang untuk biaya administrasi, lalu dikemanakan uang pajak yang selalu kami bayar?"Â
Saya hanya meminta pihak terkait untuk memperbaiki masalah ini, meluruskan oknum-oknum yang nakal. Katanya kita mau revolusi mental, katanya kita mau revolusi birokrasi. Bagaimana kita bisa berubah, kalau selalu disuguhi hal yang buruk dari penyelenggara pemerintah di tingkat terendah. Mari berbenah diri, mudah-mudahan pemerintah mau mendengar suara kami, rakyat kecil yang muak dengan korupsi.