"...." si ibunya diem, terus bilang lagi, "Yang udah-udah juga ga pernah minta kok."
(udah mulai kesel) "Jadi ga ada kwitansinya Bu?"
"Iya ga ada."
(Akhirnya dengan kesel langsung keluar, padahal biasanya saya selalu bilang terima kasih)
Saya kesel dan marah bukan karna nominalnya, tapi karena seakan-akan meminta "biaya administrasi" itu sudah biasa dan dipatok harganya seperti hal yang ada di undang-undang (Pendapatan Negara Bukan Pajak). Dan judul pemalakan ini saya rasa pantas, karena mereka terang-terangan meminta biaya dengan nominal tertentu dan tidak jelas bukti pembayarannya.Â
Kalau 1 orang dipalak Rp 75.000,-, 100 orang yang urus surat nikah, mereka dapat Rp 7.500.000,-, pergi ke mana uangnya saya tidak tahu.
Satu yang terlintas di pikiran saya, "Apakah memang para PNS ini tidak digaji? atau gajinya kurang? Ataukah kalau benar ada, apakah pemerintah tidak menyediakan dana untuk beli tinta komputer, tinta cap, atau kertas? Kenapa mereka MEMINTA uang untuk biaya administrasi, lalu dikemanakan uang pajak yang selalu kami bayar?"Â
Saya hanya meminta pihak terkait untuk memperbaiki masalah ini, meluruskan oknum-oknum yang nakal. Katanya kita mau revolusi mental, katanya kita mau revolusi birokrasi. Bagaimana kita bisa berubah, kalau selalu disuguhi hal yang buruk dari penyelenggara pemerintah di tingkat terendah. Mari berbenah diri, mudah-mudahan pemerintah mau mendengar suara kami, rakyat kecil yang muak dengan korupsi.