Perjalanan Menuju Bukit Panisan
Tidak semua kado terbaik adalah pencapaian mungkin bisa berupa ujian kesabaran. Itulah yang aku rasakan sesaat  setelah mendengar pengumuman kelolosan ke tes substansi BIB. Laman merah menyapaku dan menyuruhku untuk mencoba di lain waktu. Lantas untuk menghibur diri sendiri, aku putuskan untuk trekking ke alam. Tak perlu ribet, cukup trekking ke bukit yang sudah umum.
Trekking bisa menjadi pilihan olahraga bagi yang suka menjelajah alam, apalagi jika dilakukan di hari Minggu. Hari itu 13 Juli, saya beserta teman ingin menjajaki salah satu puncak dari perbukitan yang ada di Bogor Timur. Puncak itu bernama Bukit Panisan. Kami memulai perjalanan dari Stasiun Cilebut, lalu melewati Jalan Raya Bogor dan berbelok ke arah Sentul. Semakin ke timur, sampailah kami di Leuwi Pangaduan, yang merupakan salah satu dari tiga titik awal pendakian.
Terdapat parkiran mobil yang berbeda, satu di bawah dan satu di atas. Kamipun menyempatkan diri bertanya pada warga lokal yang sedang duduk di warung. Menurut bapak yang kami tanya ternyata pendaki bisa langsung mengikuti jalan setapak di ujung jalan parkiran tanpa harus berbelok kanan karena bisa dimintai biaya. Karena banyak berseliweran di sosmed jika mendaki disini bisa beberapa kali bayar pintu masuk. Untungnya kami mengikuti saran tersebut sehingga tidak bayar.
Kami terus naik, melewati jalan yang disarankan. Cuaca cenderung cerah dan nampak sesekali pendaki yang lari turun ataupun naik melewati kami dengan outfit yang minim. Kanan-kiri dihiasi oleh perkebunan dan juga semak-semak. Dan dilihat dari treknya ada bekas ban motor. Kami melewati pos tidak resmi yang tersedia warung disampingnya. Lambat tapi pasti, kami sudah berjalan selama satu jam. Beberapa kali saya ngos-ngosan karena trek yang lumayan; dan tentu gara-gara tidak persiapan lari terlebih dahulu. Namun, beda dengan temanku si Erwin yang tetap terlihat kuat, menyusuri trek tanpa letih sekalipun bahkan sempat-sempatnya mengedit video untuk urusan kerjanya.
Tak disangka, rupanya kami baru setengah perjalanan dan masuk ke gerbang resmi Bukit Paniisan. Tiket masuk ialah 15 ribu per orang, lumayan pikirku. Disinilah pertemuan berbagai macam pendaki dari berbagai rute baik itu rute gunung pancar dan jalan wangun. Ada trail runner, pendaki tektok macam kami dengan bermacam outfit dan usia hingga motor trail yang suka mendahului pendaki lainnnya. Jalan umum memanglah bagus dan ramai, tapi kami memilih jalan yang sepi dan beda. tibalah kami pada dua cabang. Kami berbelok ke kiri, ke jalan yang lebih sepi, dan rupanya itu jalur bagi petani.
Jalan setapak yang kami pilih juga berujung pada puncak tapi level kesulitannya berbeda pula. Jalan ini tepat dipinggir jurang dan diselingi oleh pepohonan cengkeh. Sepi dan tak ada yang mengikuti kami. Perkebunan cengkeh menyapa kami dan sebuah pengalaman baru bisa melihat cengkeh muda. Selain itu banyak tanaman kopi serta beberapa pohon durian. Sesekali Erwin mengidentifikasi jenis pohon yang dilewati. Maklum karena ayahnya adalah petani di perkebunan kayu.