Kehidupan sehari-hari saat ini tak bisa dilepaskan dari media sosial.
Apapun nama media sosialnya pastilah kita bersinggungan dengannya. Dan ini menyusup ke semua lapisan masyarakat, baik itu usia tua maupun muda. Dari kalangan yang berpendidikan hingga yang tak berpendidikan. Demikian pula dengan gendernya dan belum lagi keyakinan imannya.
Tak ada penduduk dunia yang imun dengan media sosial.
Media sosial dalam distribusi kontennya sangat bergantung sekali dengan algoritma yang dituliskan oleh pemilik media sosial tersebut.
Dalam bahasa gampangnya, kita yang sedang membaca, mendengar dan menonton media sosial tersebut akan selalu disodorkan dengan konten-konten yang memiliki kesamaan dengan konten yang sering kita baca, dengar dan tonton.Â
Semakin sering kita mengikuti "anjuran" yang disodorkan oleh algoritma medsos tersebut, bisa-bisa tak lagi ditemukan pilihan lain.
Saya sering merasa jenuh juga dengan algoritma yang disodorkan oleh medsos ini.
Contohnya, ketika satu masa sering mecari di youtube musik-musik instrumentalia, karena seringnya mendengarkan musik instrumentalia sehingga setiap kali membuka youtube langsung saja disodorkan dengan sederet pilihan musik instrumentalia.
Kadang bosan dan ingin berganti suasana, terpaksa dilakukan secara manual, terpaksa mengetikkan sendiri di kolom search pilihan yang kita maui. Youtube sama sekali tidak memberikan pilihan lain selain warna musik yang sering kita cari.
Hal yang sama juga dengan media sosial yang lain.Â