Mohon tunggu...
HERRY SETIAWAN
HERRY SETIAWAN Mohon Tunggu... Konsultan - Creative Coach

membantu menemukan cara-cara kreatif untuk keluar dari kebuntuan masalah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ancaman Manusia Algoritma dalam Masyarakat Heterogen

28 Oktober 2021   09:49 Diperbarui: 28 Oktober 2021   09:57 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
misswonder.medium.com

Kehidupan sehari-hari saat ini tak bisa dilepaskan dari media sosial.

Apapun nama media sosialnya pastilah kita bersinggungan dengannya. Dan ini menyusup ke semua lapisan masyarakat, baik itu usia tua maupun muda. Dari kalangan yang berpendidikan hingga yang tak berpendidikan. Demikian pula dengan gendernya dan belum lagi keyakinan imannya.

Tak ada penduduk dunia yang imun dengan media sosial.

Media sosial dalam distribusi kontennya sangat bergantung sekali dengan algoritma yang dituliskan oleh pemilik media sosial tersebut.

Dalam bahasa gampangnya, kita yang sedang membaca, mendengar dan menonton media sosial tersebut akan selalu disodorkan dengan konten-konten yang memiliki kesamaan dengan konten yang sering kita baca, dengar dan tonton. 

Semakin sering kita mengikuti "anjuran" yang disodorkan oleh algoritma medsos tersebut, bisa-bisa tak lagi ditemukan pilihan lain.

Saya sering merasa jenuh juga dengan algoritma yang disodorkan oleh medsos ini.

Contohnya, ketika satu masa sering mecari di youtube musik-musik instrumentalia, karena seringnya mendengarkan musik instrumentalia sehingga setiap kali membuka youtube langsung saja disodorkan dengan sederet pilihan musik instrumentalia.

Kadang bosan dan ingin berganti suasana, terpaksa dilakukan secara manual, terpaksa mengetikkan sendiri di kolom search pilihan yang kita maui. Youtube sama sekali tidak memberikan pilihan lain selain warna musik yang sering kita cari.

Hal yang sama juga dengan media sosial yang lain. 

Jika algoritma ini terus saja mengatur pilihan-pilihan yang "harus" kita ambil, maka pada akhirnya kita bukan lagi manusia yang bebas, tetapi sudah menjadi manusia algoritma. Manusia yang lahir dari algoritma.

Lalu bagaimana ancaman yang ditimbulkan oleh manusia hasil algoritma ini dalam masyarakat yang heterogen?.

Menurut saya berbahaya sekali.

Misalkan, ada yang mulanya hanya ingin mendapatkan informasi mengenai katakanlah faham radikalisme.

Jika ia terus mencari dan menggali pada akhirnya semua saluran media sosial yang diaksesnya akan menyodorkan hal-hal yang berhubungan dengan paham radikalisme. Tak ada pilihan yang lain lagi setiap kali ia membuka media sosial yang sudah terkoneksi satu sama lain.

Hampir bisa dipastikan yang dahulunya sekedar ingin tahu,.tetapi lama-lama menjadi jatuh cinta. Dan menjadi loyalisnya.

Dalam masyarakat yang heterogen membesarnya kelompok masyarakat yang dilahirkan oleh algoritma media sosial ini sangatlah berbahaya bagi keutuhan dan persatuan sebuah bangsa.

Oleh karena itu sangatlah wajar dalam kacamata para pemimpin Tiongkok yang melarang masuknya media sosial besutan negara-negara barat kedaratan Tiongkok.

Mereka hanya membolehkan media sosial besutan anak bangsa yang beredar, demi pertimbangan keutuhan dan persatuan masyarakat disana dari ancaman perpecahan.

Ini adalah ancaman yang sungguh nyata dan bukan isapan jempol seorang pencinta teori konspirasi.

Kita harus waspada jika ingin tetap menyaksikan hari ulang tahun ke 100 Indonesia tahun 2045 nanti sebagai sebuah negara yang utuh bersatu seperti yang kita nikmati saat ini. Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun