Mohon tunggu...
James P Pardede
James P Pardede Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis itu sangat menyenangkan...dengan menulis ada banyak hal yang bisa kita bagikan.Mulai dari masalah sosial, pendidikan dan masalah lainnya yang bisa memberi pencerahan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sugianto Makmur: Saya Merasa Bahagia Bisa Berbagi Lewat Hutan Bakau Kun Kun

11 Juni 2019   13:39 Diperbarui: 13 Juni 2019   23:46 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan Bakau banyak yang beralih fungsi menjadi kebun sawit - james p pardede

Baru saja Sugianto Makmur mengunjungi Desa Kun Kun, Kecamatan Batang Natal, Mandailing Natal. Kunjungannya kali ini untuk memastikan apakah hutan bakau yang dibelinya beberapa tahun silam dari masyarakat sekitar sudah hijau kembali dan memberi manfaat bagi masyarakat disekitarnya.

"Saya sangat bahagia saat menyaksikan hutan bakau yang sudah tumbuh kembali dan tinggi pohon bakaunya seragam. Dengan upaya pelestarian hutan bakau ini, masyarakat sekitar bisa mendapatkan keuntungan. Saat melihat masyarakat bisa memperoleh kepiting dan ikan dari kawasan hutan bakau Kun Kun, saya merasa sangat senang dan bahagia bisa berbagi lewat hutan bakau ini," kata Sugianto Makmur saat mengelilingi hutan bakau miliknya di Desa Kun Kun.

Upaya konkrit yang dilakukan Sugianto dalam menyelamatkan hutan bakau dengan melakukan konservasi mandiri telah memberi dampak positif bagi lingkungan, bagi hewan dan mahluk hidup lainnya termasuk warga masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan bakau Kun Kun..

"Ada sekitar 100 hektar lahan yang kami ganti rugikan milik masyarakat pada tahun 2009 lalu. Hutan ini saat dibeli kondisinya sudah dalam keadaan rusak, tidak ada lagi pohonnya. Perlahan dan pasti, hutan mulai pulih kembali. Sekarang, hutan ini menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan bakau Kun Kun. Masyarakat memanfaatkan hutan bakau ini sebagai tempat untuk menangkap kepiting, udang dan ikan," kata Sugianto Makmur.

Hutan Bakau Kun Kun - james p pardede
Hutan Bakau Kun Kun - james p pardede

Dengan kondisi hutan bakau di Kun Kun yang sudah pulih, Sugianto hanya meminta kepada masyarakat untuk tidak menangkap ikan atau kepiting yang terlalu kecil serta tidak menembak burung yang tinggal di hutan bakau, terutama burung langka yang masuk dalam daftar dilindungi.

Sepanjang perjalanan mengembalikan fungsi hutan bakau yang rusak di Kun Kun, Mandailing Natal, menurut ayah 4 anak ini, ada beberapa kali tawaran dari pengusaha yang mau membeli lahan yang sudah dikonservasi untuk dijadikan kebun sawit.

"Saya tolak mentah-mentah. Karena, ada kepuasan batin yang besar dalam merawat hutan bakau ini. Hampir semua paluh sungai di sana, sudah berubah menjadi kebun sawit, tepatnya diseberang lahan yang kami kelola dan konservasi secara mandiri," tandas Sugianto.

Kunjungan Sugianto Makmur bersama dengan putra pertamanya, Stanley Joshua Makmur ke Desa Kun Kun yang berada di kawasan Pantai Barat Mandailing Natal sekaligus untuk melihat keberadaan burung Kangkareng Perut Putih (Anthracoceros albirostri) atau kerap juga disebut burung rangkong yang dilepasnya dua tahun silam. Sepasang burung rangkong terdengar bersahut-sahutan saat Stanley melakukan kunjungan ke hutan bakau di desa Kun Kun.

"Saya tidak tahu pasti apakah burung rangkong yang saya lihat di hutan bakau adalah burung rangkong yang saya lepas dua tahun lalu. Yang jelas, saya sangat merasa senang bisa melepasliarkan burung rangkong tersebut ke habitat aslinya," tandas Stanley saat mengamati keberadaan rangkong di hutan bakau Kun Kun.

Mengikat capit kepiting setelah dikeluarkan dari bubu - james p pardede
Mengikat capit kepiting setelah dikeluarkan dari bubu - james p pardede

Selain melepasliarkan burung rangkong, Stanley yang bercita-cita jadi dokter hewan ini juga berkesempatan untuk melepaskan kembali dua ekor anak buaya yang terjaring bubu (perangkap) kepiting milik nelayan yang dipasang di kawasan hutan bakau Kun Kun.

Pantauan kami saat menyusuri sungai Kun Kun dan anak sungai lain di sekitarnya, malam itu kami hanya menemukan satu ekor buaya berukuran sekitar satu setengah meter. Saat kami mendekat, buaya tersebut langsung menghempaskan tubuhnya dan menyelam ke dalam sungai. Menurut pengakuan masyarakat setempat sudah ada sekitar 4 orang korban yang meninggal dunia karena diserang buaya. Dan orang-orang yang diserang buaya adalah bukan warga asli desa Kun Kun atau desa disekitarnya.

Kebanyakan, warga yang diserang adalah pendatang yang saat diingatkan warga sekitar tidak mematuhi aturannya. Padahal, masyarakat sekitar sangat sering bertemu buaya terutama pada saat memasang bubu dan perangkap kepiting di kawasan hutan bakau dan sungai Kun Kun. Bahkan, ada seorang warga yang pernah bertemu dengan buaya besar dan menghalangi jalannya. Tapi dengan tenang, warga tersebut menunggu sang buaya berlalu dari hadapannya. Ternyata buaya tetap menghalangi jalannya.

"Yang ada dibenak saya pada waktu itu adalah, kalau memang buaya mau memangsa saya berarti saya harus siap untuk melawannya. Akan tetapi, ide lain tiba-tiba muncul dipikiran saya. Jangan-jangan buaya ini sedang menunjukkan jalan bagi saya untuk memasang bubu dan perangkap di sekitar hutan ini. Saya pun bergegas turun dan mulai memasang bubu, setelah memasang bubu air tiba-tiba pasang. Saya menunggu sampai sore saat air pasang mulai surut. Saya kembali mengangkat bubu yang sudah dipasang. Ternyata, hampir semua bubu yang saya pasang ada 2 sampai 3 ekor kepiting yang besar-besar. Saat saya mau pulang, buaya yang tadi menghalangi jalan saya sudah pergi entah kemana. Berarti buaya yang menghalangi jalan saya tadi hendak memberi tahu agar saya memasang bubu di kawasan hutan bakau itu," kata warga Desa Kun Kun yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan.

Stanley Joshua Makmur, putra pertama Sugianto Makmur berkesempatan melepasliarkan buaya yang terperangkap bubu nelayan - james p pardede
Stanley Joshua Makmur, putra pertama Sugianto Makmur berkesempatan melepasliarkan buaya yang terperangkap bubu nelayan - james p pardede

Tak ada yang mengetahui secara pasti dari mana asal buaya yang hidup bebas di kawasan sungai Kun Kun dan paluh sungai di sekitarnya. Keberadaan buaya yang hidup bebas di kawasan hutan bakau dan sungai Kun Kun akan terus berkembang. Masyarakat sekitar tetap dihimbau agar waspada dan lebih baik menghindar jika bertemu dengan buaya.

Dari pengamatan selama berada di kawasan hutan bakau Kun Kun, sangat banyak juga hutan bakau yang sudah beralih fungsi menjadi kebun sawit.

Hutan bakau jika dikelola dengan baik akan memberi dampak positif bagi masyarakat disekitarnya. Beberapa jenis hewan laut banyak menghuni hutan mangrove seperti ikan, ubur-ubur, udang, kepiting, siput, monyet, aneka burung dan satwa lainnya termasuk buaya. Karena biasanya hewan laut menggunakan hutan mangrove sebagai tempat perlindungan dari predator terutama bagi hewan laut yang sedang beranjak dewasa.

Hewan laut juga memanfaatkan hutan mangrove untuk mendukung proses pemijahan dan juga menjadikan hutan mangrove sebagai nursery ground (tanah pembibitan) untuk membantu membesarkan anak-anak mereka.

"Ada banyak manfaat yang kita rasakan dari hutan mangrove. Tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan hewan laut, tapi juga dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ekosistem pesisir. Dari sisi ekonomi, para nelayan dan pernduduk sekitar mangrove dapat memanfaatkannya sebagai kebutuhan konsumsi atau kebutuhan lainnya. Itu sebabnya, perlu ada upaya secara berkesinambungan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak merusak hutan mangrove yang memiliki banyak fungsi," kata Sugianto Makmur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun