Sebetulnya ini RAHASIA, namun demi mendorong agar makin banyak koperasi move on dari konvensional ke digital, mari kita hitung biaya digitalisasi koperasi : (1) bangun/bikin aplikasi sendiri atau (2) kerjasama dengan Perusahaan penyedia aplikasi (Coop Tech Provider).
Ya, salah satu kendala mengapa Koperasi konvensional sulit move on melakukan digitalisasi adalah BIAYA. Pengurus sudah paham tentang manfaat digitalisasi, bahkan berulang kali ikut bimtek (gratis, pulak) , namun bayangan mahalnya biaya investasi, perangkat, infrastruktur, SDM (programmer) bidang teknologi menghantui para Ketua dan Pengurus Koperasi. Tidak perlu kuatir, karena dengan membaca artikel ini sudah ditemukan solusinya.
MINDSET PENDAPATAN
Mindset Pengurus atas biaya sebagai beban yang besar perlu  diimbangi terhadap benefit dan revenue (pendapatan)  yang didapatkan kemudian. Pengurus mungkin sudah mendapat penawaran dari perusahaan penyedia platform koperasi, namun pertanyaan berikutnya apakah aplikasi bisa disesuaikan dengan kemampuan koperasi saat ini.? Jawabnya : tentu terbuka skema pembiayaan yang memberikan benefit bagi kedua belah pihak.
Kadang karena terlalu fokus dengan biaya/cost (mindset cost) maka sering tidak terlihat  adanya sumber pendapatan/revenue baru
(mindset revenue) dengan penerapan aplikasi pada koperasi yang mampu menutup biaya digitalisasi. Seolah-olah digitalisasi adalah sebuah proyek berbiaya mahal. Jika kita mau merubah mindset biaya kepada mindset  pendapatan maka semua peluang (opportunity) akan makin terbuka
Mari kita mulai hitung-hitungan:
1. Membangun/membuat aplikasi sendiri (Biaya Investasi)
- Â Biaya pembelian perangkat 1 unit laptop dan 1 unit komputer server dan periperalnya Rp 20.000.000,-
- Â Biaya rekrut 1 orang SDM/Admin yang membangun aplikasii dengan gaji Rp 5.000.00/bulan atau Rp 60.000.000/tahun
- Â Biaya pelatihan Pengurus/Anggota 3 x @ Rp 2.000.000 - Rp 6.000.000
- Â Langganan internet (operasional/eksploitasi) Rp 500.000/bulan atau Rp 6.000.000/tahun
Katakan total anggaran setahun Rp 92.000.000 dan waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan aplikasi 6-12 bulan
Atau sebulan Rp 7.600.000/bulan
2. Bekerjasama dengan Perusahaan Platform digital (Biaya Eksploitasi/Operasional)
 - Tidak ada penambahan perangkat, cukup menggunakan/optimalisasi perangkat yang ada.
 - Tidak perlu merekrut SDM/Programmer, cukup mengoptimalkan staf yang biasa menangani Administrasi
 - Biaya sewa cloud server dan aplikasi Rp 1.000.000/bulan atau Rp 12.000.000 setahun
 - Biaya pelatihan Pengurus/Anggota 3 x @ Rp 2.000.000 = Rp 5.000.000
 - Biaya langganan internet kantor Rp 500.000/bulan atau Rp 6.000.000 setahun
Total anggaran setahun Rp 23.000.000 atau Rp 2.000.000/bulan dan waktu yang dibutuhkan untuk implementasi hanya 1 - 2 bulan.Â
Pilih mana?Â
Dari perbandingan tsb, terlihat bahwa kerjasama dengan penyedia aplikasi, jauh lebih efisien dan tentu saja benefit yang diperoleh juga lebih banyak , karena penyedia platform bukan menjual platform, tetapi menyediakan solusi berupa ekosistem digital koperasi.
Tabel berikut memperjelas perbandingan struktur biaya digitalisasi.
Mengapa kerjasama dengan Penyedia Aplikasi lebih Menguntungkan?
Rahasianya: Tentu saja karena terjadi subsidi silang atau yang lebih  dikenal dengan istilah sharing capacity (gotong royong).
Prinsip koperasi dalam hal gotong royong ternyata bisa diterapkan dan  berjalan di perusahaan penyedia aplikasi koperasi
PENCIPTAAN PENDAPATAN BARU (Rp 10.500.000)
Setelah menghitung biaya, digitalisasi seharusnya juga dapat menciptakan pendapatan (revenue) baru. Â Mari cermati ilustrasi berikut ini :
Katakan 1.000 orang Anggota koperasi menggunakan aplikasi digital,  melakukan top up simpanan, beli token listrik, pulsa bayar cicilan pinjaman, transfer saldo, cek saldo, pembelian produk digital  lainnya dsb. Dari penjualan produk/layanan digital seperti token listrik, pulsa, PDAM, bayar BPJS,  dll katakan Koperasi  memperoleh keuntungan rata2 sebesar Rp 3.000 (semua produk digital).Â
Jika seluruh Anggota Koperasi mengunakan/membeli produk digital melalui aplikasi m-koperasi, maka diperoleh pendapatan
bersih 1000 orang x Rp 3.000 x 3 transaksi = Rp 9.000.000/bulan . Dan jika Anggota koperasi menjual produk tsb kepada yg bukan  Anggota (misal tetangga, teman) untuk 100 orang/trx, katakan sebulan 500 transaksi x Rp 3.000 = Rp 1.500.000
Maka total pendapatan baru adalah Rp 10.500.000 Â !Â
Dan pendapatan ini dipastikan mampu menutup biaya digitalisasi!
PERAN DINAS KOPERASI dan UMKM DALAM PERCEPATAN Â DIGITALISASI
Tidak jamannya lagi digitalisasi dilakukan secara gratis. Terbukti, bahwa pola gratisan ternyata tidak mendidik, baik dari sisi akuntabilitas (tanggungjawab), kemandirian  maupun dari keberlanjutan koperasi itu sendiri.
Mungkinkah biaya digitalisasi hanya di bawah Rp 1.000.000/bulan?Â
Tentu dimungkinkan jika Pemerintah cq Dinas Koperasi UMKM menerapkan konsep membangun eksosistem koperasi digital di daerahnya, dan mengajak perusahaan penyedia platform koperasi bekerjsama.
Dinas Koperasi dan UMKM bekerjasama ,  dapat mendorong koperasi2 melakukan dengan digitalisasi, sehingga jika ada 100- 200 koperasi  melakukan digitalisasi secara bersama-sama, secara gotong royong ,  maka akan diperoleh efisiensi yang besar (sharing capacity) .  Terbuka negosiasi harga atau biaya yang sesuai dengan kemampuan koperasi dan  Perusahaan  Penyedia aplikasiÂ
Kesimpulannya: terbuka rahasia, Â bahwa digitalisasi tidaklah semahal yang dibayangkan Pengurus, karena disamping pembiayaan dilakukan secara gotong royong, digitalisasi ternyata menciptakan pendapatan baru !
Selamat tinggal koperasi konvensional!
BdgAntapani, 10042024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H