Mohon tunggu...
Jainal Abidin
Jainal Abidin Mohon Tunggu... www.jayepa.com

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suasana Hati Usai Minta Maaf dan Memaafkan

1 April 2025   20:58 Diperbarui: 2 April 2025   00:03 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana jalan ramai orang untuk minta maaf dan memaafkan (Sumber Gambar: dokpri)

Lega. Itulah kata pertama yang terlintas setelah momen saling memaafkan tiba. Ramadan telah dilewati dengan segala tantangannya, dan kini saatnya merayakan keberhasilan menahan diri selama sebulan penuh. Bukan hanya kemenangan dalam bentuk hari raya, tetapi kemenangan dalam hati.

Setiap manusia tentu pernah berbuat salah, baik disengaja maupun tidak. Kadang, ada kata-kata yang terucap tanpa berpikir panjang, ada perbuatan yang mungkin menyakiti tanpa disadari. Satu kalimat sederhana, "Maafkan aku," mampu menghapus segala kesalahan. Dan ketika jawaban "Aku memaafkanmu" terdengar, hati menjadi ringan, seakan semua beban yang selama ini tertahan telah terangkat.

Proses saling memaafkan di hari raya bukanlah sekadar rutinitas belaka. Ini adalah kesempatan untuk membersihkan hati, menghilangkan rasa dendam, dan memulai lembaran baru. Setelah satu bulan penuh introspeksi, sekarang adalah waktunya membuktikan bahwa perubahan dalam diri benar-benar terjadi. Kita belajar untuk tidak menyimpan rasa sakit terlalu lama, untuk tidak menggenggam kesalahan orang lain, dan untuk melepaskan ego yang selama ini membelenggu.

Ketenangan setelah saling memaafkan terasa begitu nyata. Paginya begitu menyejukkan, hati terasa lebih damai, dan setiap senyuman yang terukir mencerminkan kebahagiaan sejati. Tidak ada lagi sekat yang menghalangi hubungan dengan keluarga, teman, dan orang-orang terdekat. Semua kembali ke titik nol, seperti bayi yang baru lahir, bersih dan suci.

Mensyukuri Waktu dan Kehidupan

Salah satu hal yang membuat momen ini semakin bermakna adalah kesadaran bahwa kita masih diberikan kesempatan. Allah telah memberi kita waktu muda yang panjang, kesempatan untuk sehat, rezeki yang cukup, dan kelapangan hidup. Semua itu adalah anugerah yang tidak boleh disia-siakan. Tidak semua orang berkesempatan merayakan hari raya bersama keluarga, dan tidak semua memiliki peluang untuk menebus kesalahan. Oleh karena itu, mensyukuri apa yang masih kita miliki adalah hal yang paling penting setelah melewati Ramadan.

Sehat adalah rezeki yang tak ternilai. Bayangkan jika kesalahan kita masih menumpuk, tetapi tubuh terlalu lemah untuk meminta maaf. Atau lebih menyedihkan lagi, mereka yang seharusnya kita mintai maaf telah tiada. Demikian pula dalam hal rezeki dan kelapangan hidup, tidak semua orang bisa menikmati Lebaran dengan hidangan yang cukup, pakaian yang layak, dan keluarga yang utuh. Mensyukuri segala nikmat yang masih diberikan membuat kebahagiaan ini terasa lebih sempurna.

Membuka Pintu Maaf dengan Ikhlas

Di hari yang fitri ini, membuka pintu maaf selebar-lebarnya bukan hanya tentang mendapatkan keberkahan dari Allah, tetapi juga tentang membebaskan diri sendiri dari beban yang tidak perlu. Kadang, kita sulit untuk memaafkan bukan karena kesalahannya terlalu besar, tetapi karena ego kita terlalu tinggi. Sering kali kita beranggapan bahwa dengan menolak memaafkan, orang yang bersalah akan terus dihantui rasa bersalah. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah hati kita sendiri yang terbebani. Kemarahan dan dendam justru menghalangi kita untuk merasakan ketenangan dan kebahagiaan sejati.

Ketika kita memilih untuk memaafkan, kita tidak hanya memberi orang lain kesempatan untuk berubah, tetapi juga membebaskan diri kita sendiri dari beban emosi. Dengan begitu, tidak ada lagi amarah yang tertahan atau kesedihan yang terus dipupuk, hanya ketenangan yang membawa kita maju dengan lebih baik.

Lebaran bukan hanya tentang baju baru, makanan enak, atau berkumpul dengan keluarga. Lebaran adalah tentang bagaimana kita benar-benar kembali ke fitrah, ke keadaan yang bersih, suci, dan penuh kasih. Hari kemenangan ini bukan hanya tentang menyelesaikan satu bulan berpuasa, tetapi juga tentang menyelesaikan konflik, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun